Saturday, October 17, 2009

Saya ini babu, saya bukan hamba.



saya ini babu pada sebuah kerajaan. Ibu saya babu, dan saya anak babu yang otomatis saya juga menjadi babu.

Suatu malam, ada keluarga kerajaan datang ke istana, dengan pakaian kucel dan tampang lesu saya bergegas membukakan pintu.
Saat pintu dibuka, tenyata tamu itu adalah cucu dari Ratu, sebut saja Putri Mia, ia baru pulang dari luar negeri.
Dulu saya dan putri Mia sering bermain bersama, bahkan seperti seorang sahabat.

Sekarang, putri Mia yang sudah beranjak 18 tahun itu menjelma menjadi putri yang cantik jelita lengkap dengan pergaulannya yang elite.
Kakak-kakak putri Mia mengajarkannya cara hidup bagaimana semestinya seorang darah biru.

Singkat cerita, ketika saya membukakan pintu baginya, paras cantiknya tidak menyimpulkan senyum sedikitpun, hingga saya harus memancing sapa "Hai Mia", setelah itu barulah dia membalas dengan senyum canggung.
Ada perasaan yang membuat saya terlihat sangat seperti seorang babu detik itu.
Pertemanan yang dulu pernah kami lalui seperti ditemboki penampilan dan jabatan.
Apakah karena saya anak seorang babu lantas dia menjadi menjaga jarak?

Menjadi babu pada kerajaan ini bukan suatu pilihan, melainkan cobaan yang sedang diberikan Tuhan pada ibu dan saya.

Saat Putri Mia akan kembali ke kastilnya, saya membuka pintu keluar baginya lagi. Apa yang terjadi?
Dia berlalu tanpa menoleh, memandang, tersenyum, ataupun mengucapkan terima kasih.

Siapa saya ini hingga berani mengkritik putri Mia?
Saya bukan hamba.
Saya memang babu dari seorang wanita berstatus janda, yang juga babu.

Dalam hati saya bersumpah, "Saya harus bisa melepaskan status babu ini setelah lulus dari Universitas Indonesia."
Mari kita lihat saja nanti. Amin.

*"Alfi jangan nangis lagi, penderitaan di dunia hanya sementara, sekarang belajarlah dengan tekun, buat Bapak bangga!"

18.52
16.10.09
Jakarta lantai tiga.

Semua kisah ini pengalaman pribadi dengan nama tokoh disamarkan. terima kasih.
kalau Putri Mia membaca ini, mohon maaf, saya hanya seorang babu yang lancang. hiks.

No comments: