Friday, November 25, 2011

Sejarah Panjang Ramayana dan Mahabarata: sebuah seminar kecil antara India, Jawa, dan Indonesia

Kemarin (25 November 2011), jam 3 sore di Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia, tepatnya di ruang seminar lantai 7. Ada sebuah diskusi kecil mengenai sejarah dan pengaruh Ramayana dan Mahabarata untuk kesusasteraan Jawa dan Indonesia. Lho kenapa harus dibedakan Jawa dan Indonesia? Ya, karena hasilnya pun akan berbeda. yang satu masih pakai bahasa Jawa, yang satu lagi masih pakai bahasa Indonesia.

Awalnya, kemarin itu saya sudah mau ngebolang sendirian ke Taman Ismail Marzuki, mau nonton pemutaran film tentang veyorism gitu. Begitu tau ada acara ini, saya jadi pikir-pikir ulang. Apa sebaiknya ikutan seminar ini juga ya? kebetulan ada pembicaranya langsung datang dari India, mereka seorang sastrawan terkenal (tapi maaf saya lupa nama mereka, saya cuma tau nama panggilannya Putnam dan Jalu). Selain dua sastrawan perempuan India itu, ada juga pembicaranya dosen prodi Jawa (yang pernah jadi dosen bahasa Jawa dasar saya) dan satu senior dari prodi saya, namanya Agung Dwi Ertanto.

oke, keputusan saya begini: acara di TIM itu masih bisa ditonton Sabtu dan Minggu, sedangkan acara seminar ini hanya satu kali seumur hidup diadakan oleh prodi saya. Belum lagi topik pembahasannya penting banget untuk menambah wawasan saya.
Saya memang sedang tidak mengambil kelas Sastra Wayang atau kelas Wayang, seperti teman-teman saya yang lain, tapi saya peduli dengan cerita-cerita Mahabarata dan Ramayana. Sebagai orang Jawa, dan sebagai orang Indonesia, saya bakal MALUUUUU banget kalau saya nggak tau menahu soal ini, karena topik ini penting banget buat jadi pengetahuan dasar kita. Saya sebelumnya sudah baca buku Mahabarata, dan yah, sedikit-banyak tahu lah seputar dunia ini, jadi begitu duduk di ruangan tersebut, saya tidak seperti kambing congek.

Pembicara pertama diawali oleh Pak Darmoko, dosen prodi Jawa. Dia memaparkan dari mulanya kebudayaan India masuk ke tanah Jawa, sampai penyebarluasan wayang. Intinya yang hendak disampaikan, cerita Ramayana dan Mahabaratha di tanah Jawa mengalami perubahan alur atau ada beberapa unsur yang diganti oleh penduduk lokal, karena disesuaikan dengan adat dan istiadat budaya setempat. Misalnya aja dalam hal monogami. Versi India ada beberapa tokoh yang melakukan poliandri, poligami, tapi di tanah Jawa ceritanya kebanyakan monogami. (Tuh kan, bangsa kita itu hebat zaman dulu sudah menganut monogami, kenapa sekarang kasus poligami jadi makin banyak?)
Pak Darmoko juga cerita apa-apa aja yang beda dari versi India dan versi Jawa. Terus, awalnya itu cerita Ramayana dan Mahabarata itu punya banyak bagian-bagian, tapi yang sampai ke kita itu cuma 7 bagian. Hal itu disebabkan karena pada zaman dahulu, ada kemungkinan saat Islam menduduki kerajaan Hindu, pemegang kekuasaannya itu memusnahkan dokumen-dokumen sakral agama Hindu, alhasil naskah-naskah Jawa Kuno tentang Ramayana dan Mahabarata sampai sekarang hanya sebagian saja yang bisa kita temukan, sisanya nggak tau kemana. Kemungkinan sih dibakar atau dimusnahkan. Kejam banget ya?? mereka itu nggak menghargai naskah-naskah sakral agama lain. (ya elah, kali deh orang jaman dulu berpikiran semaju orang sekarang, dulu juga mana kepikiran naskah-naskah bakal jadi seberharga sekarang)
Penjelasan Pak Darmoko itu ditambah dengan mempertontonkan pertunjukan wayang kulit dan wayang orang.

Pembicara kedua itu, dua sastrawan India itu. Kedua pembicara tersebut menceritakan versi India yang aslinya. Salah satu mereka menceritakan bahwa penulis Mahabarata dan Ramayana, awalnya bukan Walmiki, tapi ada deh siapa gitu, saya lupa. Terus, dijelaskan pula bagaimana banyak orang-orang penting, seperti Mahatma Gandhi, itu terinspirasi dari cerita-cerita Ramayana dan Mahabarata. Mereka menekankan, bahwa, Ramayana dan Mahabarata bukan mengisahkan peperangan, mereka hanya berbicara seputar kehidupan. Bukan peperangannya yang mau ditonjolkan. Disampaikan pula, bagaimana orang Islam di India yang tidak mau membaca Ramayana dan Mahabarata. Makanya, perselisihan orang Hindu dan orang Islam di India itu sampai sekarang masih kuat banget. Salah satu dari mereka berkata, dia salut dengan orang-orang Indonesia yang mayoritas Muslim tapi mereka banyak yang membaca dan mengamalkan falsafah Mahabarata dan Ramayana. Setelah diskusi ini, dia berjanji buat nulis di blognya, tentang rasa kagum dia dengan orang Indonesia, dia mau menujukkan ke orang Islam di India, bahwa orang Indonesia yang muslim aja mau baca Mahabarata dan Ramayana, kenapa muslim di India nggak mau baca?
si Putnam ini berbicara mengenai Love and Peace dari epos Mahabarata dan Ramayana. Kata dia, semua orang itu ada destiny-nya. Dia ada di depan forum kemarin bukan karena nggak ada makna, tapi karena ada takdir mempertemukan dia dengan kami. Ada beberapa patah kata dia yang membuat hati saya terusik. Maksudnya, ya benar juga dia berkata seperti itu. Lalu dia menekankan pada kata "soul". yang terpenting adalah jiwa. Lalu saya menemukan kesamaan agama saya dengan agamanya. Kita itu di dunia cuma sementara, dan bijaklah kalau kita gunakan hari-hari kita untuk melayani Tuhan. Dan sepanjang Putnam ngomong. (berhubung aksen Inggris India-nya jauh lebih baik daripada yang satunya) saya terus manggut-manggut.

Pembicara ketiga, si Agung, dia menjelaskan bagaimana sastra Indonesia yang dipengaruhi epos-epos India. Wah, kalau di India, hal ini nggak boleh banget, karena di India, epos-epos tersebut sebagai sesuatu yang sakral, tidak boleh dipermainkan. Sama halnya, kalau di sini, kita mempermainkan nama nabi di Alquran, pasti dapat banyak kritikan pedas, di sana juga demikian.

Tapi perkembangan sastra Indonesia beda, mereka malah mempermainkan epos-epos yang dinilai sakral oleh orang India ke dalam bahasa sastra. Sebenarnya sih nggak masalah, kan budaya India dan Indonesia udah beda, penyerapannya beda, makanya, balik lagi ke point awal, kalau epos-epos ini punya banyak variasi di setiap tempat penyebarannya.

Oke, sekian dulu laporan dari saya.
Tapi setelah ikut diskusi ini saya jadi semakin mengimani epos-epos tersebut.



No comments: