Thursday, September 13, 2012

Seharian di antara Mataram - Bima: Cuap-cuap dari Komodo-Gili-Bali Trip (Day 2)

Pagi buta di Lombok...
Ferry itu menepi di Pelabuhan Lembar pukul 04.00. Kalau melihat di run-down kami, seharusnya kami mencari angkot menuju Mataram. Seturunnya kami dari ferry, kami diserbu supir-supir mobil charteran. Mereka sangat giat menawarkan jasa antar ke mana saja. Awalnya kami agak seram dengan mereka. Mereka menakut-nakuti kami dengan berkata, “Nggak ada angkot di luar sana!” Berhubung hari masih gelap, akhirnya kami memutuskan untuk berkomunikasi dengan mereka. Setelah diskusi, mereka menawarkan harga yang sesuai dengan kantong kami. Bungkus bang!

saran: kalau kalian sampai di pelabuhan Lembar sebelum pukul 6 pagi, kalian akan diserbu para supir itu. Di luar memang belum ada angkutan umum yang beroperasi. Jika rombongan kalian kurang dari 5 orang, sebaiknya kalian menunggu sampai matahari muncul di mushola atau warung-warung kecil sekitar pelabuhan.

Nasi Pedas dan Pak Badil
suasana makan pagi bersama anggota trip

Supir itu bernama Pak Badil. Dilihat dari perawakannya sepertinya sangar, tetapi dia orang yang baik. Karena masih subuh, dia mengantar kami ke Masjid Nurul Yaqin di jalan Sandubaya. beberapa di antara kami ada yang ingin sholat subuh. Agenda kami selanjutnya adalah mencari bus menuju Bima. Kata Pak Badil agen bus baru buka jam 8 pagi, jadi kami harus menunggu dulu. Mungkin tidak seperti supir-supir mobil sewaan yang tidak sabaran, Pak Badil ini sungguh sabar. Dia mau menunggu kami hingga mendapatkan bus menuju Bima. Dia juga membantu kami mencarikan sarapan murah dan bus ke Bima. Kami diantar ke dekat terminal Mandalika, Mataram. Di sana kami dibiarkan menunggu di mobilnya, sementara Pak Badil mencarikan kami agen bus. Kami juga direkomendasikan sarapan murah, yaitu nasi pedas seharga Rp4.000 per bungkus. Nasi pedas itu semacam nasi bungkus dengan lauk ala kadarnya, semacam sego kucing yang ada diangkringan jogja, ada ayam suirnya, ada mie gorengnya. Keistimewaannya adalah bumbunya yang pedas, karena ditaburi dengan kuah sambel. Hmm…

Tiga Belas Jam Surya Kencana melaju menuju Bima

bersama Surya Kencana

Surya Kencana  adalah bus eksekutif yang mengangkut kami menuju Bima. Dari Mataram ke Bima itu butuh waktu kurang lebih 12 jam di perjalanan.
Setelah sarapan, kami segera mengambil bus paling pagi, yang berangkat pukul 09.00.
Surya Kencana seperti bus-bus eksekutif pada umumnya, dilengkapi dengan toilet di dalam dan paket satu kali makan di pemberhentian.

Penyeberangan Kedua dengan Kapal Ferry
Perjalanan dari Mataram hingga pelabuhan Khayangan memerlukan waktu sekitar 3 jam. Kami menyeberang pukul 11.45. Penyeberangan Lombok-Sumbawa cukup singkat, hanya berdurasi 2 jam. Tidak terasa, pukul 13.49 kami telah tiba di Pelabuhan Tanu, Pulau Sumbawa.

Salah satu yang membuat penyeberangan terasa cepat mungkin karena fasilitasnya.
Sedikit cerita saja tentang kapal ferry yang kami tumpangi: kapal ini kurang lebih hampir sama dengan kapal ferry Raffelia Cirebon yang mengantar kami dari Bali ke Lombok. Kapal ini ada 3 lantai: lantai 1 untuk parkir kendaraan, lantai 2 untuk penumpang, dan lantain 3 biasanya untuk ABK, penumpang lain juga bisa duduk-duduk di sana.
suasana di ferry Lombok-Sumbawa

me and Stan were watching a movie at the ferry.
Saran saya, buat yang mabuk laut, disarankan memilih duduk di lantai kedua, di ruang tengah, karena tidak terkena angin laut, dan tidak akan terasa goncangan ombak. Tambahan lagi, fasilitas TV yang memutar film-film bioskop pilihan. Waktu itu saya menonton filmnya Desta, Ringgo, dkk. Saya lupa judulnya. Tapi karena filmnya kocak akhirnya saya lupa berapa lama penyeberangan itu. 
Kekurangan ferry ini adalah terlalu banyak penjaja makanan, sehingga agak sulit fokus ke film yang ditonton. Tapi buat yang perutnya cepat banget laper, kayaknya kapal ferry ini cocok buat mereka. 
tanah Sumbawa
Pemandangan di Tanah Sumbawa
Ketika bus melaju di tanah Sumbawa, seketika pemandangan berubah menjadi perbukitan yang gersang, sapi dan kuda dengan mudah dijumpai sepanjang jalan. Perjalanan berkelok-kelok. Kalau tidak biasa melewati medan seperti ini, orang akan cepat mual. Berhubung saya sudah sering melakukan perjalanan, maka medan ini saya anggap biasa. Untuk berjaga-jaga dari kemualan saat dalam perjalanan, saya meminum 1 butir Antimo, biar bisa tidur pulas... Mannn, 13 jam mau ngapain aja di bus? satu-satunya opsi adalah tidur. Bukannya saya tidak mau menikmati pemandangan alam yang terhentang, tapi menikmati pemandangan alam itu cukup dengan 15 menit pertama saja, selebihnya akan terasa membosankan. Percaya deh.

Iseng-iseng saya menawari teman sebangku saya pill Antimo. Karena kasihan juga, kalau saya tidur pulas berkat Antimo dan teman saya tidak, dia akan BT. Ternyata... Antimo nggak mempan membuat dia tidur, setelah  menegak pill Antimo itu, medan tiba-tiba makin berkelok-kelok. Pria berwargakebangsaan Belgia ini segera bilang, "Alfi, saya mual"
Dan kondisi saya saat itu setengah teler, saya setengah sadar, karena pengaruh Antimo yang begitu kuat, saya tidur terus, sementara di sisi saya temen saya sedang menderita. Entah bagaimana ceritanya, saya yang jahat ini tidak menghiraukan penderitaannya. Akhirnya cowok bule itu minta tolong teman yang ada dibelakangnya. Akhirnya, Daniel-lah orang yang harus dia repotkan. Maaf yaa Nyos...
Surya Kencana berhenti di sini dulu

Tiga jam setelah menempuh tanah Sumbawa, Pukul 16.30 akhirnya bus kami berhenti untuk makan. Awalnya saya agak sedikit pesimis. Biasanya kalau makan prasmanan di tempat pemberhentian bus-bus itu pasti makanannya nggak enak. Apalagi saya juga selalu tidak napsu makan kalau lagi dalam perjalanan panjang seperti itu. Saat itu menu yang tersedia ada sup, ayam dicabein, sayur kacang. Hanya ada 3 menu. Saya mengambil menu itu sedikit-sedikit, mubazir kalau tidak habis. Setelah sampai di meja makan, saya menikmati sesuap demi sesuap. Ternyata.. masakannya layak makan dan bisa dibilang enak. Saya menyesal cuma mengambil sedikit. hahaha...

Bus melanjutkan perjalanannya, dan saya melanjutkan tidur. Si Belgia Stan melanjutkan penderitaannya yang katanya sudah mendingan. Perjalanan di Sumbawa menuju Bima seperti judul sebuah novel, seperti Jalan Tak Berujung.
Kapan sampainyaaaa???
akhirnya pukul 22.30 sampailah kami di terminal Bima.

Tak Ada Hostel, Polsek Bima pun jadi..
Apa yang akan kalian cari kalau tiba di tempat tujuan di atas pukul 22.00?
Buat saya, kota Bima seperti sudah antah berantah. Sebuah kota yang sangat asing buat saya. Saya bingung harus berbuat apa seandainya saya seorang diri di terminal ini pada malam hari.
Atas saran kondektur bus, dan demi keamanan anggota trip bersama, kami direkomendasikan untuk bermalam di Polsek.
Begitu mendengar ide ini, kami sontak langsung berkaget-kaget ria. Sesuatu yang baru, menarik untuk dicoba, penuh tantangan :)
Dan bergegaslah kami, berbondong-bondong menuju Polsek Bima, 10 petualang dengan membawa tas ransel setinggi-tinggi gunung.

"Permisi Pak..." begitulah sapa kami, kemudian yang berakhir dengan permintaan gaya nelangsa yang menyatakan bahwa kami butuh tempat berlindung malam itu. Puji Tuhan segala sesuatunya tidak dipersulit, polisi-polisi itu dengan baiknya menampung kami.
Sungguh pengalaman yang mengesankan menginap di polsek Bima. Sebenarnya bermalam di polsek bukan hal yang baru bagi para penjelajah, kata para polisi itu, polsek mereka sudah sering ditumpangi para backpaker seperti kami.
suasana makan malam bersama di Bima

Kami baru mencari makan malam sekitar pukul 23.00. Untungnya tidak jauh dari polsek ada warung tenda. Ada pecel ayam dan bakso. Karena angin malam di Bima cukup dingin, rasa-rasanya semangkuk bakso dan nasi akan menyenangkan. Dan ternyata benar saja. Saya sangat menikmati makan malam yang tertunda ini. Berkumpul bersama seluruh anggota trip, makan bersama, bercanda bersama, sungguh pengalaman yang mengesankan.
Kantor Polisi yang disulap menjadi kamar tidur  

Kalau perut sudah kenyang, tidur pun akan pulas. Sekembalinya dari makan malam, kami segera masuk ke kantong tidur kami masing-masing. Saya tidak mau menyia-yiakan waktu tidur saya, masih ada 4 jam untuk tidur, lumayan buat menyimpan energi, karena perjalanan masih sangat panjang :)

Pengeluaran hari kedua
Pengeluaran wajib:
Mobil sewaan Lembar-Mataram Rp200.000/10 orang = Rp20.000/orang
Bus Kencana Jaya Mataram-Bima Rp160.000
Uang sukarela untuk pak Polisi Rp50.000/10 orang = Rp5.000 per orang

Pengeluaran individual:
Sarapan nasi pedas Rp2.000 (1/2 porsi)
Beli masker di terminal Mandalika Rp2.000
Beli teh hangat di pemberhentian bus di Sumbawa Rp 3.000
Makan malam di Bima: Beli bakso + nasi ½ porsi = Rp8.000 + Rp1.500 = Rp9.500



No comments: