Monday, March 15, 2010

Budak-budak Sepatu Crocs di Senayan Ci

FYI: today is first day of Crocs Midyear sale. Hari ini kumulai dengan antusias yang begitu meluap-luap seperti ember di WC umum yang kerannya lupa dimatikan. Keinginan besar memiliki sepasang sepatu Crocs sudah di depan mata. Hari ini aku sudah pamer-pamer ke seluruh alam semesta bahwa aku akan mengejar impian memiliki sepatu termahal abad ini (lebay mampus). Sudah kubela-bela pulang cepat, sudah kubela-bela membeli pulsa di Fahmi, sudah kubela-bela naik kereta ekonomi AC Rp6000,00, sudah kubela-bela ke Glodok mengirim DVD, sudah kubela-bela mengajak Erika naik Transjakarta. Sesampainya di mall terujung Senayan nan megah itu, kalimat pertama yang kuucapkan, "Ka, tumben ini mall sepi kayak Pasific Place." Erika belum sempat menjawab apa-apa kami sudah terhadang oleh pria-pria berseragam biru tua, aku rasa mereka satpam. Pria-pria itu menghadang kami menaiki tangga berjalan menuju lantai 5, "Maaf mbak, mau kemana?" Jawabku ragu-ragu, "Crocs" Pria itu kemudian merentangkan tangannya, menunjukkan arah di mana kami harus mengantri untuk naik ke lantai lima. Erika menyikutku,"ngapain sih lo bilang-bilang kalo kita mau ke Crocs? liat tuh kita harus ngantri." "Percuma juga si Ka, kalo naik juga kita harus ngantri juga di lantai atas," belaku sebal. Baiklah, dengan sikap penurut seperti korban-korban Kabbalah, kami menurut untuk mengantri. Awalnya sih asyik-asyik aja, antriannya tidak panjang, pikirku. TARAA!!!! sampailah kami di lantai 6! apa yang terjadi?? ada begitu banyaaaakk kursi berwarna biru toska berjejer rapi. PErtama kali yang terlintas di benakku adalah acara kawinan di Senci. Oh No!! bukan itu sobat!! kursi-kursi nan tertata rapi itu siap untuk budak-budak Crocs duduki. Termasuk kami!! Sampai tahap ini pun, aku masih mengikutinya, aku masih mengikuti alur yang panjang nan meliuk-liuk itu, aku masih sempat merasakan bagaimana kursi biru toska itu hangat mengenai pantatku karena gesekan dengan bekas budak-budak Crocs yang lain. Saat pantatku mendarat pada kursi biru toska itu, pikiranku berkecamuk, "akan pulang jam berapakah kitaaa??" Dengan segala kerasionalanku yang ada, aku mencoba berpikir. Ditambah, Erika yang menguatkanku untuk mengangkat secepat-secepatnya pantat kami sebelum berpindah ke lain kursi. Kamu harus dapat membayangkan, kami baru mengantri pada tahap awal di lantai 6., yang berarti ada 2 lantai lagi untuk menunggu. Oh tidak terima kasih! :D Sebut saja aku pengecut! Sebut saja aku pesimis karena takut tidak kebagian sepatu. Sebut apalah itu. Sebelum kalian menyebutku apapun, kalian harus tahu apa saja isi pemikiranku: 1.Kita ini adalah manusia, hakikatnya adalah memanfaatkan SDA yang diberikan Tuhan, bukan DIMANFAATKAN oleh ciptaan manusia sendiri. 2.Sepatu tidak lebih penting dari korban-korban gempa Haiti. Sedetik waktuku sangat berharga, dan terlalu disayangkan untuk menunggu-nunggu sesuatu yang bersifat hedon. Waktu yang sekian panjang untuk menunggu sepasang Crocs bisa aku habiskan untuk membaca buku-buku Voltaire. 3.Kalian tahu? sepasang Crocs tidak lebih hebat daripada memiliki sneakes Converse. Trust me!! aku memiliki berjibun alasan mengapa saat ini aku harus menghujat Crocs. Bukan harga yang menjadi masalah. Aku menghujat bagaimana manusia-manusia era Avatar ini mudah sekali terhasut sale-sale barang-barang branded. Aku jadi teringat sepotong adegang Sailormoon, kekuatan Iblis dengan gampangnya menyedot energi orang-orang yang buta harta. konsumerisme dan hedonisme adalah iblis-iblis yang menjauhkan kita pada hakikatnya sebagai manusia. Hmm, aku tidak dapat membohongi diriku bahwa aku penggila barang branded, seperti Roxy dan Billabong. Tapi ada kalanya manusia harus dapat memikirkan sendiri waktu yang mereka buang hanya untuk sepasang sepatu karet yang sebenarnya banyak dijual di emperan kota.

No comments: