Saturday, August 28, 2010

Kakawin Sutasoma oleh Mpu Tantular-sebuah kesan pesan dari Alfi

Kalian warga negara Indonesia? Apa tulisan yang ada dibawah kaki burung Garuda kita?
YA, Bhineka Tunggal Ika. Kalian tahu apa artinya? --bermacam-macam tapi satu--ya, itu lah yang didoktrinkan pada kita semasa kita SD.

Setelah membaca kakawin ini, kalian akan diperkaya darimana asal slogan negara kita, dan apa arti sesungguhnya.


Hari Jumat lalu saya menemukan buku Kakawin Sutasoma, yang ditulis oleh Mpu Tantular pada abad ke-14--yang teronggok di salah satu rak buku perpustakaan. Buku ini sudah diterjemahkan oleh salah satu dosen FIB UI prodi Sastra Jawa.
Kesendirian buku itulah yang membuat saya tertarik untuk menelusuri setiap helai demi helai baitnya. Secara fisik, buku terjemahan ini akasana janda beranak dua belas alias tebal sekali. Mungkin mahasiswa di luar jurusan FIB agak malas untuk membangkitkan semangat penasaran--bahkan untuk menilik siapa penerjemah dari Kakawin Sutasoma ini.
Awalnya saya malas untuk mengambilnya, selain tebal, ternyata buku ini berat juga. Kemudian, ada perasaan 'iseng' yang akhirnya menggoda saya untuk membawa pulang buku ini.

Di rumah, saya telusuri lagi, lembar demi lembar. Ternyata ceritanya menarik.Kakawin ini tentang kehidupan Sutasoma dari lahir hingga kemenangan untuk menaklukan Raja Raksasa yaitu Raja Purusada. Kalau boleh saya agak sedikit sombong, inti ceritanya sih untuk zaman sekarang sederhana sekali. Kalau dilihat pada zaman pembuatan kakawin ini, saya sungguh salut akan imajinasi Mpu Tantular yang luar biasa. Jadi, ada seorang putra raja bernama Sutasoma, dia tidak mau meneruskan kerajaan, dia lebih memilih untuk bertapa. Semua orang menganggap dia adalah jelmaan Budha, karena tokoh Sutasoma digambarkan tak bercacat tak bercela. Dalam pengembaraan Sutasoma, menaklukan Gajahwaktra, Naga, dan harimau, dengan pengajaran kerohanian. Bagian kedua, Sutasoma memulai pertapaannya. Di sana ia digoda oleh bidadari yang sangat cantik, namun ia tetap acuh. Sepulang dari pertapaannya ia dijodohkan dengan putri yang kecantikannya tiada ditandingi oleh dewi manapun di nirwana. Mereka menikah dan bahagia. Bagian ketiga, baru dimulai peperangan dengan Purusada. Akhir cerita, Sutasoma ditelan oleh dewa Kala, untuk menyelamatkan raja-raja sahabat yang sudah gugur di medan perang. Atas cinta kasih Sutasoma terhadap sesama, Kala tidak tega untuk melahapnya, dan segera mengabulkan permohonan Sutasoma.

Pengetahuan saya menjadi diperkaya setelah meresapi kisah Sutasoma. Ajaran agama Budha dan Hindu yang dilukiskan berjalan seiringan membuat saya lebih memaknai arti kehidupan. Kakawin ini banyak mengajarkan kita pada aspek kerohanian. Di sisi lain, ada beberapa pengetahuan baru yang menjadi berarti. Entah, saya yang terlalu berlebihan atau bagaimana. Saya merasa, ada rasa kebanggaan tersendiri dapat membaca bait yang mencantumkan kalimat Bhineka Tunggal Ika.
Selama ini apa yang saya dapat dari sekolah, hanya mengajarkan hafalan, tidak pernah diajarkan dari mana asal muasalnya dan arti sesungguhnya.

Berikut saya cantumkanterjemahannya;

Konon dikatakan bahwa wujud Budha dan Siwa itu berbeda. Mereka memang berbeda. Namun, bagaimana kita bisa mengenali perbedaannya dalam selintas pandang.
Karena kebenaran yang diajarkan Budha dan Siwa itu sesungguhnya satu jua. Mereka memang berbeda-beda. Namun, pada hakekatnya sama.
Karena tidak ada kebenaran yang mendua. (Bhineka Tunggal ika tan Hana Dharma Mangrwa)

Keren kan?? Salut saya pada Mpu Tantular. Sakti nan mujarab ia. Mandragunanya pada bait-bait kuno itu abadi hingga detik ini.

Dan hari ini selesailah saya membaca kakawin itu. Walaupun saya tidak terlalu tertarik untuk menjadi ahli filologi, tetapi ada rasa penasaran dalam diri saya untuk membaca buku-buku semacam ini. Sungguh menyenangkan. Patut dicoba. :)

No comments: