Wednesday, December 7, 2011

Depok-Poncol-Harmoni: sebuah kisah perjalanan hidup yang melelahkan

aah kalau bisa menjabarkan hari ini dengan kata-kata, kayaknya kalian bakal bosan membaca tulisan saya yang super duper panjang.
Yah, begitulah hari ini. SANGAT PANJANG DAN MELELAHKAN.
Pertama, pagi-pagi saya ke kampus dengan jantung yang berdebar-debar, bukan karena minum kopi luwak lagi. Pasalnya, saya menjadi pembicara dalam presentasi jenis-jenis feminisme. Bagian saya adalah feminisme psikoanalisis dan feminisme gender. Puji Tuhan, presentasi sukses, ada beberapa pertanyaan yang harus dijawab untuk minggu depan. Ah, gampang.

Ketika yang lain ikut kelas Bahasa Isyarat, saya sendirian pulang ke Jakarta. Nggak pulang juga sih, tapi mau ke Senen, mau ngeprint kartupos. Tapi, emang dasar ya PT KAI yang nyebelin itu, sudah satu jam menunggu, kereta ekonomi tujuan Kota tidak kelihatan batang hidungnya (Emang kereta punya hidung?). Hasil penantian satu jam yang nongol cuma kereta ekonomi tujuan Tanah Abang. Yah, daripada gak nunggu lama, mendingan naik aja deh. Lagian, kata si Uci ada kok kopaja dari Manggarai ke Senen. Oh ya, di tengah menanti kereta yang tak kunjung datang itu, saya berkenalan dengan cowok anak Metalurgi 08. Ternyata, dia gebetannya teman saya. Hahaha, dunia kok sempit banget. Waktu saya tanya, ternyata dia juga mau ke Senen. (wah, kebetulan.)
Detik itu juga, saya sms teman saya, "Eh, gebetan lu lagi ada di samping gue nih, kita ngobrol-ngobrol gitu deh" pancing saya. Ahh.. ternyata teman saya nangis gara-gara baca sms itu. AAhh maaf gak maksud...

Well, ternyata si Uci boong. Saya sudah turun di Manggarai, tahunya nggak ada yang ke Senen. Ya udah deh, saya naik Transjakarta, harus transit dulu ke Matraman, mana jalan jembatannya panjang lagi. Gapapa deh, bela-belain buat kartupos. Sempat sih, kepikiran, apa langsung balik ke rumah aja ya? Saya sempat bimbang, tapi saya membiarkan kaki saya melangkah, tanpa mencegahnya.
Tau-tau saya sudah ada di luar halte TJ Ps. Senen.
waduh, gimana nih cara ke Kalibaru? dulu sih naik bajaj dan pernah sekali naik mikrolet 01, tapi itu dari Terminal Senen. Cukup jauh kalo jalan kaki dari halte ke terminal. Ya sudah, lagi-lagi saya menyerahkan kepada kaki saya ini. Saya jalan lurus menelusuri arah barat, di tengah panas terik.
Saya melewati Stasiun Senen, melewati Poncol. Tiba-tiba saya terdampar di desa Knalpot, dan Gitar. Isi desa itu hanya dihuni pria-pria sangar, yang disinyalir adalah Preman Senen. Alamak! saya masuk ke sarang penyamun.

Oke, saya menyembunyikan mimik "buta arah" itu dengan terus berjalan menatap lurus ke depan. Ada yang siul-siul, saya acuhkan. Di ujung gang, ada mikrolet. Wah, ada secercah harapan.
Sayangnya, mikrolet yang telah dinanti dari jauh itu tidak ke Kalibaru Timur. Tapi, bapak supir mikrolet yang baik itu memberikan masukan, "Jalan kaki lurus saja."

Saya ikuti sarannya. TERNYATA, yang dia bilang "dekat" itu jaraknya kira-kira 1 km. Alhasil, saya jalan kaki sejauh itu dengan matahari tepat di ubun-ubun kepala saya. Semua lelah itu terbayar ketika memasuki ruang ber-AC milik Prima Graphia. Tidak sampai 1 jam, kartupos saya sudah selesai dicetak. Saya pulang, dengan M 12, Senen-Kota. Perjalanannya cukup panjang, kira-kira satu jam di mikrolet. Sewaktu saya ingin berhenti di depan Gajah Mada Plaza, ada kejadian yang membuat memar di punggung saya.

Jadi, ketika mikrolet itu hendak berhenti, kaki saya sudah menggapai tanah, alhasil, tubuh saya terseret dan terjerembab ke trotoar. Tahu dong betapa kerasnya trotoar?
yap, untungnya, kaki tidak keseleo, cuma tanggan lecet-lecet, dan punggung berdarah. Karena posisi saya ketika jatuh adalah terlentang.
Dengan keadaan seperti itu, saya berjalan kaki dari Gajah Mada hingga rumah, yah satu kilometer lagi lah perjalanannya.

Malamnya, saya capek sekali. Tiba-tiba, boss mengajak saya untuk ke gereja, mau bertemu Pastor. Tiba-tiba saya diajak ke sebuah perkumpulan kecil yang membahas mengenai ekaristi. Padahal, saat itu saya sedang Skype-an dengan seorang teman yang besok akan terbang ke US. :(( sedih kan dipotong gitu?
di perkumpulan itu (yang isinya semua orang-orang tua), saya belajar memahami banyak hal.
Tema pokok tahun ini adalah ekaristi. Kami membicarakan bagaimana pentingnya sebuah ekaristi. Iman itu penting dalam segala hal. Pembicara diskusi itu memberikan kami tips bagaimana berdosa yang sesungguhnya. Sebuah contoh, misalnya kita sedang berdoa, tetapi isi doa tersebut jalan hanya permintaan kita kepada Tuhan, sebelum membuat tanda salib, sebaiknya kita hening selama 3-5menit, untuk mendengarkan atau merasakan aba-aba/jawaban dari Tuhan. Hal ini belum pernah saya lakukan.

Kemudian, pembicara tersebut sempat berkata "Manusia yang takut akan Tuhan, akan diselamatkan"
Nah, menyinggung soal feminisme, pikiran saya mulai ngiung-ngiung lagi. Kalau selama ini Tuhan itu He, atau berkelamin laki-laki, kenapa kita perlu takut kepada-Nya? seakan-akan karena konsep itu ada sebuah paradigma di masyarakat bahwa perempuan harus takut / tunduk pada laki-laki.
kenapa?????

Sampai di rumah, saya disuruh ke Carrefour. Jalan kaki lagi.
Yah, kalo boleh saya bilang, hari ini saya telah berjalan 10km.

oke sekian kisah hidup saya.


No comments: