Monday, July 29, 2013

Wajah Penyembuhan Alternatif di Sudut Jakarta

Si mata biru itu telah pergi, saatnya untuk tidak bercerita tentang dia lagi.

di hari yang sama, setelah perpisahan kami (saya dan pria bermata biru dari negeri Utara), saya pergi ke seorang penolong patah tulang. Bukan untuk memperbaiki tulang hati saya yang patah karena kepergiannya. (yakalliii) haha :))

Ada apakah dengan saya?
Di suatu hari menjelang senja, di sebuah peron arah Jakarta di Stasiun UI. Duduklah Tali dan saya di sebuah bangku kuning. Kami berbincang... lalalala... tanpa ada tanda-tanda, kondisi saya sehat-normal-tidak mengantuk dan tiba-tiba..
"BUK!"

Saya terhengkang dari bangku itu. Saya terjungkir... dengan posisi terbalik. Tepat saat Commuter Line arah Bogor berhenti di stasiun (ingat, kala itu menjelang senja, kalian bisa bayangkan berapa jumlah penumpang dalam satu gerbong). Sialnya, hari itu saya menggunakan rok bunga-bunga biru bergaris tanpa celana ketat. Hanya celana dalam saja. Dan kalian bisa bayangkan saya memberikan hidangan pembuka gratis, semacam takjil di bulan Ramadhan.

Malu? yah sudah pasti. saya hanya tertawa "hahaha" garing dan pedih. Konsekuensi dari kejadian ini adalah leher saya jadi terkilir.

Oke setelah kejadian itu, dua hari setelahnya, pergilah saya menemui seorang penolong yang baik hati ini. Sebelumnya, saya sudah pernah ke sini 2-3 kali dengan alasan yang sama, tentunya bukan karena patah tulang, tapi keseleo/terkilir. Saya tipe orang yang cukup hobi mempunyai bagian badan yang salah urat. Awalnya saya tahu tempat penyembuhan alternatif ini dari mama saya. Tapi ternyata, tempat ini bukan yang dimaksud mama saya. Kelak saya baru tahu ternyata tempat yang dimaksud mama saya adalah tetangganya Bapak Tabrani yang juga seorang penolong seperti beliau, namanya Pak Hidayat.


Berhubung kedatangan pertama kali saya ke Bapak Tabrani, jadi saya memutuskan untuk memilih Bapak Tabrani di kesempatan yang lain. Bapak Hj. Tabrani ini setiap Senin hingga Sabtu, dari jam 09.00--13.00 membantu orang-orang yang membutuhkan pukulan saktinya. Kenapa pukulan? jadi cara Bapak Haji satu ini yaitu dengan menggebrak-gebrakan tangannya ke bagian tubuh pasien yang diderita pasiennya.
Rumah Bapak Tabrani ini tidak pernah sepi pengunjung.
Waktu lalu, saya harus menunggu antrian selama dua jam. Tidak ada sistem ambil nomor seperti di bank-bank, cukup datang dan duduk saja, amati siapa yang datang setelah kalian. Para pesakit/pasien cukup tertib dengan sendirinya, tidak ada yang menyerobot untuk didahulukan (sejauh yang saya lihat). Sepertinya para pasien sama-sama menghargai hak untuk disembuhkan oleh Pak Tabrani.

Di sela-sela waktu menunggu itulah saya manfaatkan untuk berbagai hal. Pertama, biasanya saya masih rada jaim, jadi duduk diam sambil mainan HP atau baca buku yang saya bawa. Kedua kalau sudah mulai bosan atau baterai HP sudah mulai menipis, saya curi-curi dengar. Dari hasil pencurian itu biasanya saya menemukan banyak cerita.
: "saya sudah tujuh bulan patah tulang, tadinya berobat di rumah sakit, tapi ada teman yang mengusulkan berobat ke sini. Baru tiga kali datang ke sini tulang saya sudah nyambung lagi."
: "saya ada pekapuran, seminggu dua kali datang ke sini."
: "Saya sudah patah tulang empat bulan. Saya baru ke sini 2 bulan terakhir, tadinya tulang saya sudah nyambung tapi bengkok, jadi sama Bapaknya tulang saya dipatahin lagi buat dilurusin, sekarang sih udah nyambung lagi tulangnya."

Ketiga, biasanya saya berakhir dengan ngobrol dengan pasien-pasien kiri-kanan. Basa basi nanya sakit apa, dari mana, dan sebagainya. Hipertensi pun bisa pergi berobat ke Pak Tabrani.

Setelah dua jam menunggu, tibalah saya di ruang praktik Pak Tabrani. Sebuah kamar kecil 2x3 dengan pintu yang terbuka, jadi siapa pun bisa lihat apa yang dia lakukan pada saya. Mulailah saya digeblak-geblak. Dia menggebrakkan kedua telapak tangannya ke punggung dan leher saya. Sakit memang.

Setelah proses itu selesai, biasanya sang Bapak memberikan doa kepada kita. Lalu kita salam tempel. Isi sesuka rela kita saja. Dan saya pulang.

Sehari memang belum sembuh, tapi tunggu hingga hari kedua atau ketiga, leher saya kembali seperti semula..

Kehadiran Bapak Tabrani ini sungguh menjadi penolong. Orang-orang dari berbagai kalangan, baik yang orang yang berkekurangan atau orang mampu menjadi satu dalam antrian, sama-sama butuh pertolongan. Inilah seharusnya yang menjadi wajah pelayanan kesehatan di negeri ini, tidak membedakan kelas. Semua mengantri dan mendapat fasilitas yang sama. Sekian.

No comments: