Monday, July 25, 2011

Jelajah Malang Bagian I: Berkemah di Pulau Sempu Penuh Bintang Bertaburan

Setelah Ujung Genteng, destinasi perjalanan liburan kali ini adalah kota Malang!
Berangkat dari obrolan iseng-iseng tentang Bromo, akhirnya saya mengajukan diri menjadi ketua geng. Awalnya, teman-teman kampus hanya ingin ke Malang untuk melihat sunrise di Bromo. Ah, saya bilang rugi, lebih baik sekalian saja kita pergi ke Pulau Sempu.

Sebagai Ketua Perjalanan yang mengangkat dirinya sendiri, saya bertugas mengatur segala keperluan teman-teman saya, mulai dari penginapan, transportasi, akomodasi, dan konsumsi. Setelah saya hitung-hitung, perkiraan pengeluaran kami akan sebesar Rp424.000 (untuk lebih jelas dapat klik di sini). Karena estimasi biaya sebesar itu, saya memutuskan untuk memungut biaya Rp500.000 dalam perjalanan ini, yang tentu kalau uangnya lebih akan dikembalikan. FYI: saya bukan agen jasa travel, ini murni niat baik saya biar bisa liburan bareng teman-teman kampus :)

Rencana yang nggak terlalu dipikirin masak-masak ini, akhirnya terwujud juga pada 18 Juli 2011. Kami bersembilan. Tujuh cewek dua cowok. Tujuh cewek semuanya anak IKSI UI 2009. dua cowok sisanya adalah comotan dari mana-mana. Kami berkumpul di Stasiun KA Senen jam 1 siang, menunggu kereta ekonomi Matarmaja.
Jam dua teng, kami naik kereta. Eh buset, rame aja tuh kereta. Ngomong-ngomong, ini adalah pertama kalinya saya naik kereta ekonomi lho :) hehe.
inilah tim kami pada awalnya...


 
Saat kami hampiri kursi yang tertera pada tiket, ada seorang nenek-nenek yang harusnya nggak duduk di tempat duduk kami, tapi dia tetep ngeyel pengen duduk, walaupun nggak punya tiket. Nenek-nenek itu beli tiket tanpa kursi. Awalnya kami marah, "nggak bisa gitu dong, mau nenek-nenek kek, kita kan udah beli tiket, nggak bisa dia duduk di situ!" sahut salah seorang teman saya. Lama-lama ya kasihan juga ya, akhirnya saya mengorbankan diri, untuk duduk sempit-sempitan bersama nenek itu, kursi yang tadinya buat berdua, akhirnya dipakai buat bertiga. Kebayang dong 18 jam perjalanan dengan posisi duduk yang sempit?
Sebenarnya sih 18 jam itu nggak terasa lama, karena banyak hal yang kami lakukan. Mulai dari main kartu remi, ngerumpi, ngegossip, curhat, tidur, sampai mondar-mandir dari gerbong satu ke gerbong lainnya.

Wanita yang duduk dipinggir saya ini seorang janda yang baru ditinggal suaminya 25 April 2011, matanya selalu berkaca-kaca saat menceritakan suaminya. Saya, Asih, dan Dzi terenyuh mendengarkan curhatan wanita ini. Dia curhat juga soal pengorbanan dia buat menghidupi anak-anaknya yang saat ini tinggal di Malang. Kegigihan wanita itu mengingatkan saya dengan pengorbanan Mama selama ini. Wanita itu dengan mama memiliki kesamaan, yaitu semangat berjuang yang tinggi walaupun suami mereka telah tiada. Saya selalu salut dengan wanita-wanita tegar seperti mereka. Mereka bekerja keras untuk anak mereka. :)
Ada pelajaran yang dapat saya ambil dari wanita itu. Saya beruntung bisa berkenalan (walaupun sampai pada akhirnya, saya tidak tahu nama wanita itu, hehe).

Setelah tidur bangun tidur bangun sampai tidur lagi, sampai bangun lagi, akhirnya kami sampai Stasiun Malang pada pukul 07.30. Nggak berapa lama, teman-teman dari komunitas CS datang, Ina dan Riky. Riky itu alumni SMA saya dulu, tapi saya baru kenalannya kemarin pas ketemu sama dia. haha. dan Mbak Ina itu adalah anak CS Malang. Kami disambut baik oleh kedua orang itu, ah senangnya. Mbak Ina membawakan kami nasi putih, karena dia tahu kami sudah membawa lauk pauk dari Jakarta (lihat, betapa iritnya kami :))

Kami keluar dari stasiun, cari angkot yang bersedia disewa untuk ke Pantai Sendang Biru. Alasan kami kenapa tidak naik angkot satu demi satu, karena pertama akan memakan waktu yang lama, dan kedua biayanya juga tidak jauh berbeda dengan sewa angkot. Sebelum perjalanan ini, saya sempat minta tips dan trik ke Sendang Biru, minggu lalu teman saya membayar Rp35.000 per orang sekali jalan ke sana. Berbekal patokan harga segitu, kami mulai menawar-nawar angkot. Sampai akhirnya kata sepakat jatuh pada supir angkot bernama Yos, supirnya masih muda dan asik diajak negosiasi, harga yang dipatok Rp270.000 untuk 10 orang, termasuk murah kan??

Yaaa, sebelum cabut ke Sendang Biru, kami menaruh barang-barang yang nggak penting di rumah Mbak Ina. Jam 10.30 kami langsung melesat ke Pantai Sendang Biru. Saya sudah dengar sih, katanya Sendang Biru itu 3 jam perjalanan, berhubung supir dan keneknya baru pertama kali ke Sendang Biru, ya alhasil kami menghabiskan waktu hampir 4 jam menuju Sendang Biru. Angkotnya jalannya lelet sih, hehehe. Jalanan menuju Sendang Biru terbilang masih mulus, liuk-liukannya nggak separah jalanan menuju Ujung Genteng, intinya saya nggak sampai mabok deh.

Sewaktu masih di perjalanan menuju Sendang Biru, teman saya dari Multiply.com Danang dan teman-temannya sudah sampai duluan di sana. Ya iyalah mereka kan naik motor. :(
Kami sampai Pantai Sendang Biru kira-kira pukul 13.30. Langsung, saya berkenalan dengan yang namanya Danang, "Halo Danang!" eh dia ternyata dipanggil "Banyu" sama teman-temannnya.

Sebelum nyebrang ke Pulau Sempu, hal pertama yang harus kami lakukan adalah membuat surat izin. Saya dan Danang maju ke kantor yang mengurusi pulau itu. Danang yang mengangkat bicara. Eh, entah salahnya di mana, kita malah diceramahin panjang lebar "Pulau Sempu itu pulau konservasi, bukan pariwisata, dll". Membaca gelagat yang seperti itu, Danang dan saya pamit undur diri. Ganti strategi lain, kami mengutus dua orang teman Danang yang maju. Entah gimana ceritanya, berbekal uang rokok Rp25.000, kami langsung dapat surat izinnya. Yah, tau sendiri lah.

Surat izin udah beres, saatnya sewa kapal buat nyebrang ke Pulau Sempu. Sebenarnya, dalam urusan P. Sempu saya tidak banyak mengambil bagian, karena segala urusan ditangani oleh Danang.dkk. Dia yang ngelobi si Mak Gendut/Mami (yah kayak dedengkot di Sendang Biru, tempat mangkalnya di depan Mushola, kalau kalian ke sana, pasti ketemu dia deh). Saat itu, kebetulan banyak tim yang juga mau berkemah di Sempu, akhirnya kami dapet tim yang bisa share ongkos sewa boat. Rombongan saya ada 10 orang, ditambah rombongan Danang 4 orang, jadi rombongan kami 14 orang, Biaya sewa perahunya sebesar Rp100.000 sudah termasuk antar jemput, satu orang kena biaya Rp7.000 (sudah PP). Jelas, ini termasuk murah, karena biasanya, satu orang bisa sekitar Rp10.000--12.000..
Kalian coba googling deh, kalau baca catper orang-orang tentang Sempu, pasti kurang lebih jarak tempuh dari bibir pulau ke Segara Anakan (laguna di tengah Sempu) sekitar 2 jam. Ternyata, tim kami termasuk lumayan cepat, karena kami berhasil menempuh dalam waktu 1 jam 15 menit. :)

Wah benar saja seperti yang dikatakan orang-orang, jalanan menuju Segara Anakan itu benar-benar tantangan. Medannya mendaki dan terjal, tanahnya penuh akar-akar pohon besar-besar, tanahnya empuk dan dingin, sinar matahari menyempil di sela-sela pucuk daun yang tinggi. Ya, kami berjalan menyusuri jalan setapak di hutan belantara itu. Kanan kiri pohon, bawah tanah dan akar pohon, atas dedaunan dan cahaya matahari. Selama perjalanan saya tidak bisa memperhatikan yang lain selain jalan setapak, kalau saya tidak hati-hati saya takut nanti terpeleset atau jatuh. Kita perlu hati-hati mengamati jalan. Karena banyak jalan yang licin. Karena sandal saya bukan sandal gunung, akhirnya saya nyeker selama perjalanan. Dan nyeker jauh lebih nyaman daripada pakai sandal.
Sepanjang perjalanan, jalan setapak kami sering terhalangi pohon-pohon besar yang tumbang. Sewaktu kami lewat pun, ada sebatang pohon yang tumbang, bunyinya cukup menggelegar, "BUMM!" Untung saja pas pohon itu roboh, kami sudah ada di depannya. :) Terima kasih Tuhan, kami masih selamat.
Sesekali kami juga berpapasan dengan tim ekspedisi lain yang hendak keluar dari P. Sempu.
Satu jam limabelas menit berlalu, letih belum begitu terasa, tapi segala perjuangan kami segera terbayarkan saat kami melihat laguna yang bernama Segara Anakan!!!! "YIHAAAAAAAAAAAAA" kami loncat-loncat kegirangan! Eh, ternyata kami tidak sendiri, kira-kira ada 65 orang di pulau itu yang juga sedang berkemah. 15 orang di antaranya adalah turis Jerman.


foto di atas adalah wilayah bermalam kami. Satu tenda dan satu terpal besar sebagai alat. Lihat gembolan kami! dikit kan?
Setelah mendidirikan satu tenda (karena yang lainnya mau tidur di luar dengan sleeping bag), kami segera berenang ke Segara Anakan. Laguna itu dibentengi oleh karang yang tinggi, dan ada karang yang bolong, dari karang yang bolong tersebut kami bisa melihat deburan ombak Samudra Pasifik yang begitu keras. WOW! Saya sungguh takjub melihat keindahan alam itu. Sayangnya, di sekitar karang ada banyak hewan bernama Bulu Babi, alhasil kami harus sangat ekstra hati-hati untuk menginjakkan kaki di karang itu.
Setelah bersenang-senang di air, matahari pun mulai tenggelam, rasa lapar pun mulai muncul, kami mengorek-ngorek cadangan makanan kami. Ada Choki-choki, Pop Mie, Susu Jahe bubuk, Bubuk Energen Sereal, Silver Queen, Orek Tempe, Abon, Kering Kentang, Roti Tawar, Mentega, Ceres. Tebak, ada hal yang sangat kami lupakan. yaitu: NASI. yaa ampun, kami lupa beli nasi sewaktu di Sendang Biru. Alamak! akhirnya, ya kami makan apa adanya. Pop Mie dan cemilan itu. Setelah cemal-cemil, kami membuat sesi perkenalan, ya maklum timnya Danang dan tim saya belum begitu saling kenal. Setelah haha hihi, ada permainan "Truth or Truth", siapa nanya apa, siapa jawab apa sejujur-jujurnya.tahu dong permainan itu?
ini gambar saat kami sedang mengais-ngais perbekalan kami.
Kami semua berbaring di pasir, memandang bintang-bintang yang bersinar terang. Sumpah, bintangnya keren banget! Saya, dengan kegalauan saya sendiri, saya ingat dulu perkataan seseorang tentang bintang-bintang, seseorang itu pernah bilang "Bintang di seluruh dunia itu berbeda-beda, saya ingin melihat bintang-bintang di setiap negara." aahhhh lalu saya memikirkan seseorang itu. Hati saya kembali terenyuh. ah payah! Well, saya cuma berharap, kalau saya melihat bintang malam itu, semoga bintang yang saya tatap dapat mewujudkan angan-angan saya kelak. Amin.
Di Sempu sama sekali tidak ada aliran listrik, saat malam, suasananya GELAP BANGET. beberapa tim membuat api unggun, cuma tim kami doang yang nggak buat api unggun, kami cuma bermodalkan senter-senter. Itupun nggak membantu banyak. T___T kami ngobrol dalam kegelapan, tapi tetap aja seru :)
Sebagai salah satu orang yang tidak punya kantung tidur, akhirnya saya terpaksa tidur di tenda. Sebenarnya saya ingin tidur di alam bebas, menikmati bintang, sayangnya udara lumayan cukup dingin, daripada masuk angin, lebih baik saya suam-suam kuku di dalam tenda :).

Waah ternyata, saya dan 3 orang setenda tidurnya cukup pulas, kami bangun jam 6 lewat. Langitnya mendung, ah percuma juga kalau mau lihat sunrise. Bingung pagi-pagi mau ngapain, akhirnya kami memutuskan untuk tracking ke tebing paling tinggi di Pulau Sempu. Katanya di puncak tebing ada sinyal telepon, saya harus naik ke sana karena saya perlu SMS supir angkot untuk menjemput kami jam 11 nanti.

dari 11 orang yang ikutan tracking ke tebing, yang berhasil naik sampai puncak tebing hanya 7 orang, sisanya takut. ah cemen! Untung saya bagian dari orang yang berani :) hahha
faktor saya berani juga gara-gara di depan saya ada Ricky yang menyuport kami untuk naik, coba gak ada dia, saya pasti masih di bawah aja.




Gambar ini diambil di atas tebing, sekitar 80 m dpl. Jadi ceritanya, naik ke puncak tebing itu emang benar butuh perjuangan. Rasanya kayak sedang wall climbing gitu deh. manjat-manjat batu karang yang tajam, dan harus banyak-banyak melebarkan paha kaki buat mendaki. SEREM banget tracknya, tapi SERU nya tak terlupakan. Begitu kami orang-orang pilihan sampai atas, perasaan bangga itu membuncah. kayak ada perasaan "Ini lho saya, udah bisa naik ke atas." Sama aja lah kayak hidup, susah-susah dulu, begitu sudah di puncak kita bakal ngerasain enaknya berada di atas. Anginnya kencang, perasaannya jadi berdebar-debar. Sempat sih terlintas buat jasa bungge jumping dari puncak tebing ini. hahah. Nah, setelah asik-asik menikmati puncak tebing, perasaan was-was datang kembali, saya takut buat turun. Tapi, ya lagi-lagi, setelah menyebut nama Tuhan berkali-kali, saya sukses-sukses saja lho turun dari tebing, walaupun dua jari kaki saya sempat bedarah karena kepentok karang. aaahhh mama sakit.. :(
Inilah foto tim kami yang "BERANI" naik ke puncak tebing :)
Selanjutnya acara bebas lagi, sambil mengais-ngais cemilan sisa semalam, karena perut sudah keroncongan. Kami berhura-hura sampai pukul 09.30. Setelah itu, kami memulai tracking pulang. Ahh, sebenarnya saya belum puas main air di Sempu, masih pengen leha-leha, tapi ya apa daya, kami harus balik ke peradaban. Kali ini stamina kami sudah agak menurun, perjalanan pulang jauh lebih berat daripada perjalanan pergi kemarin, karena kami sudah mulai capek. Biarpun begitu, kami berhasil sampai ke bibir pantai dalam waktu satu jam 30 menit. Termasuk lumayan cepat kan?

sampai di pantai sendang biru, kami harus berpisah dengan rombongan Danang, sedih deh, kan kita baru ketemu, eh udah berpisah aja, kan belum puas ngobrol-ngobrolnya. :(
Perjalanan pulang dari Sendang Biru ke Kota Malang, kali ini jauh lebih lama daripada berangkatnya. Kami berangkat dari Sendang Biru jam setengah dua dan sampai di malang sekitar jam setengah lima. Di tengah jalan saya mulai pusing-pusing, akhirnya daripada takut muntah saya minta pil antimo sama Dzi, dalam hitungan detik saya lelap di lengan Ricky. Maaf ya Ki, kalo ada iler yang jatoh, hahaha

Kebayang dong perut kami semua sangat lapar, kami belum sarapan, belum makan siang, dan akhir dari kelaparan kami berujung di Bakso Bakar Cak Man, denger-denger sih bakso bakar di sini terkenal. Satu butir bakso harganya Rp1.500, kami baru tahu setelah makan. Teman-teman saya pada menggerutu karena harganya mahal. Saya cuma bisa bilang, ya iyalah namanya juga daging, :P

Dari situ kami ke tempat mbak Ina ambil barang, yang cewek-cewek ke hostel, dan yang cowok-cowok stay di tempat mbak Ina.

Catper selanjutnya bisa klik di sini.

2 comments:

Anonymous said...

Huaaaaaa.... mantap gan...
-fahmi-

natureahead said...

@Fahmi: haha pasti dong Fahmi,, makanya lain kali ikut kita-kita ya jalan-jalan :)