Friday, June 22, 2012

saat dia tertidur di depan mata saya

hubungan jarak jauh itu seperti yang banyak orang bilang, sulit.
Butuh rasa saling percaya.
10 hari tanpa kabar, saya pikir hubungan ini akan berakhir. Atau, setidaknya, saya mengira dia menjauh perlahan-lahan tanpa membicarakan hal ini secara langsung.

Awalnya, saya tidak mau memulai langkah untuk mencari tahu apa penyebabnya. Awalnya saya menahan rasa penasaran itu. 10 hari berlalu dengan dugaaan-dugaan yang belum tentu benar. Akhirnya, semalam saya mencoba untuk memberanikan diri mengirim pesan.

Ternyata dia membalas! Akhirnya saya mengetahui selama ketidakhadirannya ini, dia sakit, dia sibuk. Saya paham. Setidaknya, saya mencoba untuk memahami situasi ini. dan ini sangat sulit bagi saya.

Kemarin malam, kami berbicara cukup lama. Dia menanyakan kabar saya, membiarkan kata-kata saya mengalir, dan dia nampak terkesan. Saya senang.
Saya juga menanyakan kabarnya. Tidak banyak berbeda dari yang sebelumnya, tetap sibuk. Saya paham. Wajahnya terlihat sangat lelah. Sayu. Saya tahu wajahnya itu menanggung banyak beban kerja. Tidak sepantasnya saya menuntut waktu lebih lama untuk berbicara dengannya. Saya merasa malu, kalau selama ini saya sering ngambek karena jarang berbicara dengan dia. Saya terlalu kekanak-kanakan.

Pembicaraan ringan terus berlanjut. Saya membicarakan hal-hal kecil yang nampaknya dia tidak terlalu terkesan. Kemudian, dia memulai percakapan yang sering kami lakukan. Percakapan mengenai hal yang hanya dipahami oleh kami berdua. Kami tertawa. Kami tersenyum. Kami menikmati malam itu.

Waktu membuat ia lelah, ia sudah mengantuk. Ia membiarkan saya untuk melihatnya  jatuh tertidur. Saya seolah sedang berada di sisinya, di atas ranjangnya. Saya sangat ingin bergelung di bawah tangan besarnya itu, saya ingin mengacak-ngacak rambutnya, saya ingin mencubit hidungnya, saya ingin memberikan ciuman bertubi-tubi pada wajahnya.

Saat ia jatuh tertidur, wajahnya sangat polos seperti bayi. Saya lupa bahwa umur kami terpaut lumayan jauh. Saya sungguh menyukainya. Saya takut ini akan berakhir, dan menyisakan sakit yang mendalam. Saya tidak mau melibatkan perasaan saya terlalu jauh, tapi sudah terlanjur.

Saat ia tertidur di depan mata saya, entah kenapa saya yakin, dialah orangnya. Saya ingin membahagiakan wajah polos itu. Saya ingin menghapus segala kekhawatiran yang ia resahkan. Saya ingin menjauhkannya dari beban pekerjaannya yang berat.

Malam ini, lagi, dan lagi, saya harus menunggu entah sampai kapan. Dia belum muncul juga. Perasaan ini sungguh tidak enak, seperti ada yang mengganjal. Saya  ragu, apakah ia merasakan hal yang sama seperti yang saya rasakan ketika kami tidak berbicara dalam satu hari?

saya mulai ragu.

No comments: