Tuesday, July 24, 2012

Semarak Tradisi Potong Rambut Gimbal & Pendakian Telaga Warna (Dieng Trip part 3-end + complete itinerary)

bagian 1 dan 2 sebelumnya dapat dibaca di sini dan di sini
nasi megono + tempe kemul

saat membuka mata, sudah tersedia sego megono dan tempe kemul, sarapan saya ini semacam nasi yang dicampur dengan urapan dan sayuran. Puji syukur sekali kami mendapatkan host yang sangat baik, sehingga kami tidak perlu repot-repot mencari sarapan. 

Urusan Mandi di Wonosobo 
Kata orang-orang, air di Wonosobo itu dingin banget. Kemarin sore saya mandi memang dingin sih airnya. Awalnya sih seperti mau bunuh diri, tapi setelah gayung ketiga dan keempat, airnya sudah mulai bersahabat. 
Katanya lagi, kalau mandi pagi-pagi airnya jauh lebih dingin daripada sore hari. Benarkah? setelah saya coba, memang benar. Tubuh saya lebih menggigil. Brrrr!! Saya kira saya hanya butuh 6 gayung, 2 gayung perkenalan, setelah itu sabunan, 2 gayung untuk membasuh busa sabun, dan 2 gayung untuk cuci muka. Selama di Wonosobo, nggak perlu waktu 10 menit untuk bertahan di kamar mandi. Yang pentingkan kena air dan sabun :). 

Kembali Lagi ke Pegunungan Dieng
Supir angkot kami masih sama dengan yang kemarin. Ia datang setengah jam lebih awal. Berhubung ada beberapa anggota trip yang baru bangun, alhasil kami berangkat telat beberapa menit.  
Di tengah perjalanan kami berhenti untuk melihat panorama desa Tieng. Desa sebelum Dieng. Dari gardu ini kita bisa sejenak menghirup udara pegunungan yang masih asri. Pemandangan di area ini melulu berwarna hijau. Sangat refreshing!


Prosesi Upacara Pemotongan Rambut Gimbal

Kami tiba di kompleks candi Arjuna sekitar jam 10 pagi. Di sepanjang jalan menuju tempat prosesi, orang-orang sudah ramai menunggu arak-arakan yang akan lewat. Kami jadi ikut-ikutan orang-orang itu menunggu datangnya rombongan anak-anak gimbal itu. Rasa penasaran membuat saya betah lama-lama berdiri menantang matahari Dieng yang terik dan kering itu. Hawanya dingin, tapi mataharinya bikin kulit wajah ngelotok. 
Kami menunggu tak berapa lama, kemudian dari kejauhan kami mendengar alunan musik tradisional. Tanda kalau bocah-bocah itu sudah mendekat. Benar saja, barisan tetua adat lengkap dengan kostum dan aksesoris tradisionalnya memimpin arak-arakan ini. Tidak lama berselang, bocah-bocah cilik itu nampak di dalam delman istimewa. Mereka duduk didampingi ibu-ibu mereka, yang duduk di samping pak kusir yang sedang bekerja. halah.. haha
Jadi menurut kepercayaan suku Dieng, anak-anak yang berambut gimbal itu harus dipotong rambutnya melalui prosesi adat, semacam penolak bala gitu, untuk menghilangkan kesialan. Acara ini rutin diadakan setahun sekali. 
Total ada 8 anak perempuan berambut gimbal, dengan kepala diberi ikatan kain putih, dan baju mereka juga warna putih. Di belakang 2 delman istimewa itu, ada delapan orang yang membawa dua gunungan ketupat dan buah-buahan. Setelah prosesi selesai, gunungan ini akan dibagikan secara massal. satu gerobak yang khusus membawa permintaan para bocah istimewa itu. Ada yang minta lembu, sepeda, giwang emas, dll. Masih di deretan belakang, kemudian munculah segerombolan orang berkostum merah seperti rombongan marching band menampilkan display dengan membawa alat-alat musik tradisional. Saya nggak tau nama alat musiknya, tapi kira-kira mirip angklung. 
Setelah rombongan berbaju merah itu lewat, ada lagi suara berisik yang mengingatkan kita pada kesenian tari barongsai.  Benarlah! ada beberapa naga yang meliuk-liuk menyusul rombongan berbaju merah itu. Rombongan barongsai itu sebagi buntut dari arak-arakan bocah-bocah gimbal tadi. 

Setelah barongsai pergi menyusul bocah-bocah gimbal tadi, saya dan kawan-kawan segera menyusul mereka memasuki pelataran candi Arjuna. Saat itu kami yang semula berdelapan sudah terpecah-pecah tak tau di mana rimbanya. Saya bersama Bela dan Ifa berlari untuk melihat proses pencucian rambut gimbal itu di pendopo. Sayangnya, waktu kami ke sana acaranya sudah selesai. Mobilisasinya sangat payah, karena banyak sekali orang yang datang, susah untuk jalan, berasa sedang nonton konser saja :)

Kemudian, setelah acara keramas, bocah-bocah gimbal itu digiring ke depan candi Arjuna. Dan prosesi dimulai. Karena terlalu banyaknya orang. sebagai orang pendek, saya sampai jinjit-jinjit untuk melihat prosesi itu dari kejauhan. Di tengah kerumunan itu, akhirnya 8 orang yang tadinya terpisah terkumpul kembali. Jodoh ya? Dan saya mendapat beberapa kenalan baru, bagi saya ini semua serba kebetulan. Selama datang di Dieng ini, saya merasakan berbagai kebetulan yang saya alami. Aneh, tapi menyenangkan :)
Saya beruntung sekali bisa ke Dieng untuk menghadiri tradisi yang hanya dilakukan satu tahun sekali ini. Terlepas dari pihak penyelenggara festival ini yang kurang professional bagi saya, saya cukup kagum dengan semangat orang-orang yang berbondong-bondong datang untuk melihat tradisi pemotongan rambut gimbal ini. Salut saja saya. 

Matahari semakin terik, sekitar jam 12-an, setelah sesi foto-foto kami segera meninggalkan pelataran candi Arjuna dan segera menuju situs Telaga Warna. 
Ada apa sih di sana?

Pendakian Telaga Warna
Mendengar namanya, saya sudah membayangkan dalamnya seperti  telaga Kalimutu.  Memasuki situs ini, walaupun jaraknya sangat dekat dengan candi Arjuna, saya segera merasakan perbedaan suhu udara. Yang tadi panas, sekarang tiba-tiba sangat sejuk. Lagi-lagi, 8 orang ini terpencar. Kali ini saya bersama Wili, Max, dan Yuvi. Kami berempat awalnya hanya berjalan mengikuti jalan setapak yang ada. Ternyata jalan setapak itu membawa kami untuk melakukan pendakian. Kami mendaki dan terus mendaki karena kami penasaran di manakah puncaknya? Ternyata setelah hampir mendekati puncak, kami baru sadar, area ini adalah area pertanian. Para petaninya menanam kentang, kacang dieng, dll. Dari atas puncak itu, telaga warna jauh lebih cantik daripada kita melihatnya dari bawah. 
Telaga Warna view from the top

Seusai sesi foto-foto dan menikmati keindahan alam itu, kami segera turun dan menyusul teman-teman kami yang sudah menunggu kami untuk pulang. 

Akhir dari Trip yang singkat ini...
di dalam perjalanan pulang ke Wonosobo, sebagian besar di antara kami  tertidur pulas, termasuk saya. Wajah-wajah kami mengisyaratkan kepuasan, karena selama dua hari ini kami puas melihat, menonton, dan merasakan apa yang kami cari. Pengalaman, tempat baru, makanan lokal, dan teman baru. Kami senang sekali   :) 
Saya merasakan "Jangan berakhir segala kesenangan ini!" aah saya belum rela untuk berpisah dengan mereka. Dan saya juga belum cukup puas untuk menjelajah Wonosobo.  Tapi kata terlanjur terucap, kami harus pamit. 
Sebelum kami pulang, lagi-lagi, keluarga Pak Harry menyediakan lauk pauk untuk santapan siang kami. Begitu menyenangkan akan segala keramahan keluarga Pak Harry. Kami diperlakukan seperti layaknya saudara. Pada dasarnya kita ini semua bersaudara kan?
With our kindly host :) Harry and wife

Max adalah orang yang paling pulang duluan, karena dia harus segera ke Yogyakarta dengan motor pinjamannya itu. Saya, Bela, Wili, Yuvi, dan Ifa menyusul untuk pamit dari rumah Pak Harry, karena arah kami sama. Tika dan Sovi masih bertahan di rumah Pak Harry karena mereka menunggu rombongan dari Semarang yang akan pulang juga hari itu. 

Berikut ini saya lampirkan pengeluaran saya selama Dieng Trip:
Transportasi Rp87.000
Naik Colt Temanggung Wonosobo Rp10.000/orang
Naik angkot/mikrolet dari terminal Wonosobo ke alun-alun Rp2.000/orang
Naik angkot/mikrolet dari alun-alun ke desa kalianget Rp2.000/orang
Sewa angkot hari I (allday) : Rp350.000/8 orang = @Rp44.000/orang
Angkot hari II Rp150.000/8 orang (@Rp18.000/orang) Dari 8am-2pm.
Angkot dari Kalianget ke Varia Rp2.000
Bus dari Wonosobo ke Temanggung Rp9.000

Biaya Masuk ini-itu Rp32.000
Masuk kawasan wisata Dieng harusnya Rp10.000/orang, setelah dimerayu penjaganya kami berhasil mendapatkan Rp50.000/8 orang.
Biaya retribusi Gunung Sikunir Rp3.000/orang
Biaya retribusi Kawah Sileri Rp15.000/8orang (harga setelah dinego)
Biaya retribusi Telaga Merdada Rp15.000/8orang (harga setelah dinego)
Toilet di danau Cobong Rp1.000
Tiket masuk Permandian Kalianget Rp2.000
Tiket masuk Telaga Warna Rp6.000

Konsumsi selama 3 hari Rp26.000
Makan malam, nasi goreng, Rp7.000
Jajan Sagon di Gunung Sikunir Rp5.000
Jajan jagung bakar di candi Arjuna Rp3.000
Mie Ongklok di depan telaga warna Rp5.000
Gandos Rp6.000

Oleh-oleh
Carica 3 botol kaca (Rp30.000), 4 botol plastik (Rp20.000), satu dus teh tambi Rp6.000 : Rp56.000

Total Pengeluaran Bersih dan sudah termasuk oleh-oleh Rp201.000
untuk melihat album foto selama trip ini bisa mampir ke sini.
Kalau tertarik mau jalan-jalan ke Dieng dan Wonosobo dengan angkot, saya masih menyimpan kontak supirnya, bisa hubungi saya kalau mau. 

No comments: