Showing posts with label review. Show all posts
Showing posts with label review. Show all posts

Friday, July 27, 2012

Bedah Koleksi Perawatan Tubuh dan Wajah

Haaalooo!!! Tulisan kali ini untuk mengulas beberapa koleksi perawatan tubuh dan wajah. Well, sebenarnya saya bukan pengamat kecantikan atau orang yang ahli banget di bidang ini, tapi saya ingin mencoba untuk berbagi pengalaman dengan berbagai barang yang saya gunakan. Semoga bermanfaat untuk orang-orang yang sedang mencari ulasan tentang produk-produk ini. :)

Pertama-tama saya akab berbagi tentang produk-produk perawatan tubuh. 

1# Feelgood Australia Body Butter Papaya
mentega khusus badan ini (halah... kayaknya ini padanan kata yang cocok deh) saya dapatkan dari Perth. Kalau di sana, harganya sekitar AUS$10 (atau dalam kurs kita sekitar Rp80.000-an). Saya cari toko virtual lokal (onlineshoplokal) harganya Rp100.000.  Untuk kualitas barangnya, jujur saya baru satu kali memakainya, karena saya jarang diurut. Sejauh ini, setelah saya coba sekali, saya merasa seluruh kulit saya menjadi halus. Rasanya seperti memakai semacam losion tubuh, namun yang ini tingkat kepekatannya lebih tinggi. Soal aroma pepaya sebenarnya tidak terlalu tercium sekali, wanginya agak lebih soft, malah saya tidak berpikiran kalau aroma itu dari ekstrak pepaya. 



 2# Ovale Lulur Bali: Milk 

Gara-gara teman sekelas ada yang sering luluran, saya jadi ikut-ikutan pengen ngelulur juga, biar kulit bersih, halus, dan cerah. Iseng-iseng saya ke Carrefour ketemu produk ini. Harganya kalau saya tidak salah sekitar Rp12.000-an Dari sekian banyak jenis lulur yang ada di rak, saya memilih ini. Sebelumnya, saya tidak tau apa-apa pedapat orang tentang lulur ini. Pemilihan ini berdasarkan karena wanginya, dan fungsinya. Tertulis di kemasan bahwa lulur ini untuk mencerahkan kulit. Saya memang sedang butuh pencerah kulit, karena kulit saya butek banget sering kena sinar matahari. Lulur ini sudah beberapa kali saya pakai, memang kulit terasa agak halus daripada sebelum saya rutin memakainya. Yang paling saya suka adalah wanginya yang menyerupai bunga melati. Agak serem sih, waktu pertama kali saya pakai, orang-orang seisi rumah menduga ada "makhluk" lain yang hadir. Hahah, lulur ini mampu membuat satu ruangan jadi wangi melati. Siap-siap saja yaa...


3# Purol Anti Bacterial

Bedak yang satu ini selalu saya pakai setelah mandi. Sudah bertahun-tahun saya cocok pakai bedak ini. Awalnya, waktu sedang puber dulu saya mempunyai masalah dengan keringat. Akhirnya mama menyarankan untuk memakai ini. Sekarang saya tidak ada masalah lagi dengan bau badan. Walaupun tidak memakai bedak ini pun keringat yang bau itu tidak pernah muncul lagi. Karena yang paling penting adalah kebersihan badan. Kalau badannya nggak bersih pasti keringat kita akan beraroma tidak sedap. Saya selalu membeli bedak ini dalam ukuran yang sedang. Satu botolnya dibandrol sekitar Rp9.000-an. Kira-kira setahun saya hanya perlu membeli dua botol saja, karena bedak ini sangat awet sekali dipakai. Tidak cepat habis. Kalau dibandingkan dengan bedak bayi, tekstur dari bedak ini agak lebih kasar. Aromanya tidak terlalu tercium. Pemakaian setelah mandi akan menambah kesegaran badan. 


4# Skinfood Aloe Mask Sheet 
Kalau lagi jalan-jalan ke mall, pasti pernah deh menemukan gerai Skinfood. Brand dari Korea ini memang lagi booming banget di sini. Kebetulan, sahabat saya baru balik dari studi di Korea. Sebagi oleh-oleh saya mendapatkan ini. Horeey.. belom saya coba sih. Tapi melihat review dari beberapa orang di internet, katanya produk satu ini cukup baik.

5# Ovale Facial Lotion Whitening Bengkoang

Satu lagi produk Ovale yang saya pakai. Saya dan mama sudah lama menggunakan produk ini. Biasanya saya menggunakan ini setelah berpergian untuk membersihkan riasan. Seperti pembersih wajah yang lainnya, setelah menggunakan ini wajah menjadi terasa dingin-dingin-gimana gitu :D Kalau sesuai fungsinya yang memutihkan wajah, sepertinya produk ini kurang begitu dapat diandalkan. Sudah cukup lama saya mengonsumsi produk ini tapi kulit saya tetap seperti warna asal. #sigh. Tapi kalau dilihat secara harga sih, saya pikir Ovale ini yang cukup murah dan kualitasnya untuk membersihkan jerawat cukup ampuh. :)


6# Pond's Facial Foam
Berbagai sabun cuci muka telah saya coba. Sebut saya Clean&Clear, sabun cuci muka dari Polandia (yang saya lupa namanya), Biore, Nivea, Garnier, dll. Sejauh ini, puji syukur, wajah saya baik-baik saja dengan berbagai sabun cuci muka. Kalau saya disuruh memilih, saya akan memilih Pond's. Sebelumnya, saya pernah memakai berbagai produk Pond's seperti Whitening Cream Pure Solutions dan serumnya. Setelah pemakaian, saya lebih menyukai produk Pond's yang sabun cuci muka. Beberapa varian Pond's Facial Foam telah saya coba, mulai dari pink, hitam, putih, hijau, biru, dll. 
Seri White Beauty, yang kemasannya warna pink-putih itu kalau dipakai berkepanjangan memang betul akan membantu mencerahkan warna kulit. Sebagai orang yang sebenarnya tidak terlalu peduli soal pemutih wajah, saya lebih suka memakai seri Anti-Bacterial, karena ada butiran-butiran scrubs-nya. Kalau untuk urusan membasmi jerawat, Pond's bisa dipercaya. Memang, sesekali jerawat mampir kalau sudah mau dekat-dekat tanggal menstruasi. Kadang-kadang juga muncul kalau kita lupa cuci muka. Pond's Facial Foam punya tiga ukuran. Yang paling kecil 25ml, harganya sekitar Rp6.500, saya sengaja membeli ukuran yang paling kecil, karena mudah untuk dimasukkan ke beauty case untuk dibawa ke mana-mana, yang sedang 50ml, harganya sekitar Rp11.000, dan yang paling besar 100ml harganya Rp18.000-an. Kemarin saya baru beli di Glodok harganya Rp19.000, di hari yang sama saya ke Hypermarket di sana hanya Rp15.000. Waaa gondok!! 

7# Nivea Visage Purifying Whitening Foam

Saya beli ini karena pengen coba-coba. Sepulang dari Dieng, wajah saya gosong sekali!!! Saya ingin cepat-cepat warnanya kembali normal. Saya belum pernah dengar ulasan tentang sabun ini sebelumnya. Saya tergiur karena faktor harga, sekitar Rp7.500 untuk 50ml. Satu bulan ini saya telah memakai ini. Hmm, agak kecewa sih. Pertama, kulit saya jadi berminyak sekarang. Karena produk ini mengandung pelembab, mungkin bagi kulit saya yang normal, pelembab itu nggak perlu. Kedua, saya jadi punya jerawat dua biji, sama jerawat di jidat kecil-kecil. Agak bete juga sih. Menyesal saya beli ini. Tapi kalau soal memutihkan, hmm, yah lumayan lah, kulit saya sekarang sudah agak lumayan balik ke warna semula. 


8# Etude Nailpolish
Satu lagi oleh-oleh dari Korea. Tahu dong, Etude salah satu brand kosmetik Korea yang lagi booming. Selain terkenal dengan krim BB-nya, saya berkesempatan untuk mencoba kuteksnya. Pertama kali coba ini, saya langsung suka. Karena warnanya pink transparan dan nggak lebih dari satu menit langsung kering. Pemolesan kedua, membuat warna kuku seperti nampak pada foto. Kalau lagi mau buru-buru pergi tapi nggak punya waktu buat kutekan, kayaknya produk satu ini bisa sangat direkomendasikan deh :)

9# Vaseline Total Moisture Cocoa Glow

Sebenarnya di rumah saya memakai berbagai losion tubuh. Untuk tulisan kali ini, dan ulasan terakhir, saya hanya memilih yang terfavorit. Pertama saya suka aroma coklatnya. Kedua, saya tertarik fungsinya yang mengilaukan kulit. :) Karena saya memakai produk ini tidak secara rutin, maksudnya, pagi ini saya pakai Nivea, siang pakai Vaseline, malamnya saya pakai lainnya lagi. Jadi agak susah juga untuk menjelaskan hasilnya. Pernah saya memakai produk ini selama satu bulan, hasilnya sih lumayan. kulit saya yang tadinya kering/kusi, sejak pemakaian rutin jadi terlihat lebih sehat.


Sekian ulasan dari saya. Untuk yang tertarik mengintip koleksi kosmetik saya, dapat mampir ke tulisan berikut ini. 





Wednesday, November 17, 2010

Ulasan drama “Limbuk Njaluk Married”--Segenap Asa untuk Asep Sambodja

Pada tanggal 14 November 2010 yang lalu, Teater Bejana mementaskan drama “Limbuk Njaluk Married” karya Asep Sambodja di Gedung Kesenian Jakarta. Tema pementasan ini adalah menyangkut masalah kesetaraan gender, khususnya dalam hal perkawinan.

Poligami memang sudah bukan barang langka lagi di negeri kita. Hal ini berakibat para istri dirugikan karena para suami mereka sudah tidak dapat membagi cinta secara adil. Inilah adegan pembukaan pementasan yang disutradarai oleh Daniel H. Jacob (salah satu dosen drama saya, )

Sumbadra yang dilakonkan oleh Lilis Ireng mengungkapkan kekecewaannya perihal suaminya, Arjuna, yang hendak menikah lagi dengan Srikandi. Mengobati kekecewaan Sumbadra, kemudian Arjuna sesumbar akan mencintai para istrinya dengan adil. Sayangnya, janji hanyalah janji, perkataan Arjuna tidak pernah terbukti, menghilang secepat angin, tanpa jejak.

Di lain pihak, perkumpulan istri-istri merencanakan mogok seks. Mereka merancang undang-undang pernikahan yang mengatur agar pria hanya diizinkan untuk menikahi seorang wanita saja.

Ada Limbuk, anak Cangik—pembantu Sumbadra, yang ingin menikah dengan pria misterius yang mengirimi puisi. Banyak pria yang mengantri untuk melamar Limbuk. Sayangnya, Limbuk tidak ingin dipoligami. Ia bahkan mengusulkan undang-undang pernikahan yang mengatur bahwa wanita dapat menikahi lebih dari satu pria.

Aksi mogok seks itu menyebabkan para suami menderita. Mereka lesu, tak bersemangat, dan frustasi. Mereka berembuk untuk melawan undang-undang yang dirasa merugikan kaum pria. Perkelahian para suami dan istri ini dikemas dalam suatu koreografi.

Akhirnya, mereka berdamai melalui nyanyian penutup. Perdamaian ini terlihat sangat mudah, walaupun dalam kenyataan kita tahu masalah kesetaraan gender dalam pernikahan tidak semudah itu diwujudkan.

Judul pementasan ini penggabungan dari bahasa Jawa dan Inggris. Sebuah tanda bahwa pementasan ini adalah bentuk penyimpangan dari pakem-pakem wayang orang yang tradisional. Walaupun lakon-lakon yang dipentaskan menggunakan nama-nama pewayangan, seperti Arjuna, Sumbadra, Limbuk, dan Srikandi, keseluruhan jalan cerita melenceng jauh dari pakem-pakem yang biasa kita temukan dalam pertunjukan wayang. Contoh, tokoh Limbuk, yang dalam pewayangan ia selalu digambarkan sebagai seorang wanita yang ditolak pria-pria, dalam teater ini justru Limbuk yang menolak pria-pria. Kalau kita mengharapkan pementasan ini dimainkan oleh orang-orang yang berkostum seperti ketoprak, tentu pada menit pertama teater dimulai Anda akan merasa kecewa. Dalam pementasan ini kita dapat menemukan kemodernan, baik dari segi dialog yang menggunakan bahasa Indonesia, kostum yang sudah disesuaikan dengan zaman, dan penataan panggung yang sangat sederhana.

Dikaitkan dengan topik pembahasan di kelas, mengenai teater tradisional dan teater modern. Jelas, pementasan ini tergolong teater modern. Tentu kemodernan ini tidak terlepas dari unsur-unsur ketradisionalan yang ada pada teater-teater tradisional. Seperti yang sudah saya sebutkan di atas, masih ada unsur-unsur tradisional dapat kita temukan di sini, contohnya nama-nama lakon.

Lakon “Limbuk Njaluk Married” ini adalah sebuah drama komedi. Banyak banyolan-banyolan yang sangat menghibur. Trik-trik yang digunakan ada bermacam-macam. Saya paling sering melihat trik yang digunakan adalah slapstick. Sebuah contoh, saat Iqbal G. Ingin duduk, dia mencari kakinya, padahal semua penonton tahu kakinya dia lipat ke belakang. Mungkin banyolan ini terdengar jayus, tapi semua penonton tetap tertawa dibuatnya.

Di luar dari masalah poligami dan ketidaksetaraan gender. Saya menangkap ada beberapa sindiran-sindiran yang menghibur. Sindiran-sindiran itu tidak jauh dari kehidupan dunia selebriti di Indonesia. Tidak perlu disebutkan namanya, penonton dapat menebaknya sendiri. Contoh, saat ada beberapa pria yang ingin melamar Limbuk. Ada yang berkostum dan berlagak seperti Rhoma Irama, ada pula yang berkostum dan berlagak seperti Ustadz Zainudin MZ.

Secara keseluruhan, cakapan-cakapan yang sangat menghibur ini tidak mengurangi pesan yang hendak disampaikan oleh sang sutradara. Penonton tidak hanya disuguhi sindiran-sindiran yang mengajak untuk tertawa geli karena tingkah konyol para pemain, tetapi juga penonton diajak untuk memikirkan kembali masalah yang sedang banyak dilanda dalam keluarga-keluarga di Indonesia.

Di luar unsur-unsur internal pementasan. Latar belakang diadakan pementasan ini adalah sepenuhnya untuk amal. Seluruh hasil penjualan tiket pementasan ini digunakan untuk kesembuhan sastrawan, dosen FIB UI, yaitu Asep Sambodja, yang saat ini sedang terbaring sakit kanker usus di RS Panti Rapih, Yogyakarta.

Semoga, apa yang telah dilakukan panitia dan penonton pementasan ini dapat membantu kesembuhan Asep Sambodja. Amin.

Sunday, September 12, 2010

Melihat Jakarta melalui "Byar Pet"--Novel Putu Wijaya yang pertama kali saya baca

Beberapa hari lalu, setelah mengikuti kelas Pengkajian Drama Indonesia, iseng-iseng saya bongkar-bongkar rak perpustakaan FIB UI yang hari itu sudah sangat sepi pengunjung, seperti museum di pagi buta (sepinya).
Iseng-iseng pula saya mencari buku-buku lawas.
Sudah hampir satu setengah tahun saya mengenyam pendidikan di program studi Sastra Indonesia FIB UI, belum pernah sekali pun membaca novel-novel Putu Wijaya. Lho apa hubungannya? nggak ada sih, berkenalan dengan pengarangnya saja belum pernah.

"Ah, susah ah, novel-novelnya absurd," keluh teman kampus di suatu siang saat sedang meneliti salah satu novel Putu Wijaya karena desakan tugas dari dosen.
"Kalau kamu tidak suka yang eksperimental-eksperimental, jangan coba-coba novelnya Putu Wijaya deh," saran seseorang entah siapa, saya lupa.
Saya sudah lama mengenal nama Putu Wijaya disebut-sebut, baik dalam kelas maupun di luar kelas. Sudah banyak pula saya mendengar komentar orang-orang mengenai karyanya. Jujur, sebelumnya saya termakan oleh komentar-komentar orang awam--katanya novelnya sulit dicerna. Saya menjadi takut dulu sebelum membaca.

Lama kelamaan saya tidak percaya, apa benar novel-novel Putu Wijaya sesulit itu? saya tidak yakin. Saya dapat tahan membaca Kakawin Sutasoma yang super tebal itu, kenapa tidak saya sulit membaca Putu Wijaya? toh hurufnya sama saja kan? A-B-C?? bukan tulisan mandarin kaan??

Dari sederet buku-buku kumal karya Putu Wijaya, akhirnya saya mengambil sebuah buku yang berjudul "Byar Pet".
Alasannya cukup mudah, yaitu buku itu sangat tipis--jadi saya tidak ada alasan untuk tidak menyelesaikannya dalam kurun waktu lebih dari dua hari.

Liburan lebaran ini memberikan waktu yang sangat panjang untuk membaca, dari tujuh buku yang hendak saya baca untuk liburan kali ini, "Byar Pet" menduduki urutan antrian nomor tiga, setelah naskah drama "aa-ii-uu" dan "Seribu Kunang-Kunang di Manhattan".

Dari lembar pertama "Byar Pet" saya tidak mengalami kesulitan untuk mencerna, demikian juga halaman-halaman berikutnya. Oh, syukurlah otak saya masih dapat berpikir dengan layak.
Hiraukan tentang 'kata orang-orang novel-novelnya sulit', saya tidak percaya setelah menyelesaikan membaca novel ini. Yah, saya bukannya mau sombong, mungkin juga orang-orang itu benar, mungkin novel yang saya baca ini tingkat kesulitannya untuk anak SMA, dan mungkin novel-novel yang teman-teman saya baca memang karya Putu yang lebih bagus, yang lebih sulit.
Mungkin juga, beberapa orang yang mengatakan novel Putu sulit dimengerti hanya karena mereka tidak mau berpikir keras, maunya membaca novel-novel menye yang alur ceritanya sudah jadi. Atau mungkin orang-orang itu tidak suka gaya sindiran Putu yang terlewat rumit. masa sih?
Saya sendiri mencekoki diri-diri saya dengan novel picisan ala Sandra Brown, atau novel menye-menye ala chicklit, tapi hal itu tidak menutup otak saya untuk membaca sesuatu yang harus menggunakan otak.

Lalu cerita "Byar Pet" itu seperti apa? Dimulai dengan perjalanan seorang pria yang hendak ke Jakarta mencari seorang teman yang bernama Marno. Dalam perjalanan, ternyata pria ini lupa membawa alamat yang dituju. Hanya berbekal dengan uang dan baju ganti yang pas-pas-an pria ini akhirnya tetap berniat ke Jakarta. Seingat pria ini nama temannya adalah Marno, tapi di Jakarta ia melihat ada orang yang mirip sekali dengan Marno, namanya Pak Sumarno. Pria ini bersikeras mengatakan 'bukan dia orang yang saya cari'. Setelah dia melihat langsung Pak Sumarno, dan yakin betul itu bukan temannya, pria itu hendak kembali pulang ke desannya. Di dalam perjalanan itu ia masih mengingat-ingat nama kawan yang hendak ia tuju. Sekembalinya pria itu ke desa, ia langsung teringat nama sahabat yang ia kemarin cari di Jakarta, namanya Kropos--yang tak lain tak bukan adalah nama dia sendiri.

Mengejutkan bukan? baiklah, saya memang bukan pencerita ulung, kalian lebih baik membaca novel ini sendiri. Novel ini mengajak kita melihat kehidupan sehari-hari yang kadang-kadang luput dari perhatian kita. Contoh, kita sering mengandalkan kertas untuk mencatat semua hal-hal penting, sampai kita lupa bahwa kita diberikan Tuhan otak yang gunanya juga sama--untuk mengingat hal penting--coba bayangkan suatu hari kertas itu tertinggal atau basah? kalian akan kalang kabut, karena kalian malas untuk mengingat segala sesuatu dengan otak yang diberikan oleh Tuhan secara cuma-cuma.

Hikmah yang dapat saya ambil lagi, adalah tentang pencarian jati diri. Tidak perlu saya jelaskan, mungkin kalian bisa membaca sendiri (ayolah baca buku, jangan cuma nonton!!)

"Byar Pet" juga mengajak kita berjalan-jalan membayangkan situasi Jakarta waktu macet belum terlalu parah seperti sekarang, kita juga diajak berpikir ala orang desa yang baru pertama kali ke ibukota. Semuanya serba baru dan takjub.
Saya jadi ingat kata dosen Pengkajian Drama Indonesia, Ibu Riris Sarumpaet, bahwa teater mengangkat konflik manusia yang paling hakiki. Saya dapat melihatnya pada novel Putu Wijaya--terlepas beliau juga adalah seorang yang bergelut di bidang teater.
Berarti benar kata Ibu Riris, bahwa biasanya penulis naskah drama selalu menampilkan permasalahan kehidupan sosial yang paling mendasar. "Sesudah pulang dari pertunjukan teater, biasanya kita menjadi seperti dibersihkan-disucikan--pemikiran kita menjadi diperkaya. Dan lebih memaknai hidup," begitulah kira-kira kata Ibu Riris pada kelas terakhir yang saya hadiri.

Membaca novel ini hampir sama dengan menonton teater, sama-sama membuat saya mempertanyakan makna hidup. Putu Wijaya berhasil memberitahu saya apa yang disebut konflik sosial yang paling hakiki.

Saturday, August 28, 2010

Kakawin Sutasoma oleh Mpu Tantular-sebuah kesan pesan dari Alfi

Kalian warga negara Indonesia? Apa tulisan yang ada dibawah kaki burung Garuda kita?
YA, Bhineka Tunggal Ika. Kalian tahu apa artinya? --bermacam-macam tapi satu--ya, itu lah yang didoktrinkan pada kita semasa kita SD.

Setelah membaca kakawin ini, kalian akan diperkaya darimana asal slogan negara kita, dan apa arti sesungguhnya.


Hari Jumat lalu saya menemukan buku Kakawin Sutasoma, yang ditulis oleh Mpu Tantular pada abad ke-14--yang teronggok di salah satu rak buku perpustakaan. Buku ini sudah diterjemahkan oleh salah satu dosen FIB UI prodi Sastra Jawa.
Kesendirian buku itulah yang membuat saya tertarik untuk menelusuri setiap helai demi helai baitnya. Secara fisik, buku terjemahan ini akasana janda beranak dua belas alias tebal sekali. Mungkin mahasiswa di luar jurusan FIB agak malas untuk membangkitkan semangat penasaran--bahkan untuk menilik siapa penerjemah dari Kakawin Sutasoma ini.
Awalnya saya malas untuk mengambilnya, selain tebal, ternyata buku ini berat juga. Kemudian, ada perasaan 'iseng' yang akhirnya menggoda saya untuk membawa pulang buku ini.

Di rumah, saya telusuri lagi, lembar demi lembar. Ternyata ceritanya menarik.Kakawin ini tentang kehidupan Sutasoma dari lahir hingga kemenangan untuk menaklukan Raja Raksasa yaitu Raja Purusada. Kalau boleh saya agak sedikit sombong, inti ceritanya sih untuk zaman sekarang sederhana sekali. Kalau dilihat pada zaman pembuatan kakawin ini, saya sungguh salut akan imajinasi Mpu Tantular yang luar biasa. Jadi, ada seorang putra raja bernama Sutasoma, dia tidak mau meneruskan kerajaan, dia lebih memilih untuk bertapa. Semua orang menganggap dia adalah jelmaan Budha, karena tokoh Sutasoma digambarkan tak bercacat tak bercela. Dalam pengembaraan Sutasoma, menaklukan Gajahwaktra, Naga, dan harimau, dengan pengajaran kerohanian. Bagian kedua, Sutasoma memulai pertapaannya. Di sana ia digoda oleh bidadari yang sangat cantik, namun ia tetap acuh. Sepulang dari pertapaannya ia dijodohkan dengan putri yang kecantikannya tiada ditandingi oleh dewi manapun di nirwana. Mereka menikah dan bahagia. Bagian ketiga, baru dimulai peperangan dengan Purusada. Akhir cerita, Sutasoma ditelan oleh dewa Kala, untuk menyelamatkan raja-raja sahabat yang sudah gugur di medan perang. Atas cinta kasih Sutasoma terhadap sesama, Kala tidak tega untuk melahapnya, dan segera mengabulkan permohonan Sutasoma.

Pengetahuan saya menjadi diperkaya setelah meresapi kisah Sutasoma. Ajaran agama Budha dan Hindu yang dilukiskan berjalan seiringan membuat saya lebih memaknai arti kehidupan. Kakawin ini banyak mengajarkan kita pada aspek kerohanian. Di sisi lain, ada beberapa pengetahuan baru yang menjadi berarti. Entah, saya yang terlalu berlebihan atau bagaimana. Saya merasa, ada rasa kebanggaan tersendiri dapat membaca bait yang mencantumkan kalimat Bhineka Tunggal Ika.
Selama ini apa yang saya dapat dari sekolah, hanya mengajarkan hafalan, tidak pernah diajarkan dari mana asal muasalnya dan arti sesungguhnya.

Berikut saya cantumkanterjemahannya;

Konon dikatakan bahwa wujud Budha dan Siwa itu berbeda. Mereka memang berbeda. Namun, bagaimana kita bisa mengenali perbedaannya dalam selintas pandang.
Karena kebenaran yang diajarkan Budha dan Siwa itu sesungguhnya satu jua. Mereka memang berbeda-beda. Namun, pada hakekatnya sama.
Karena tidak ada kebenaran yang mendua. (Bhineka Tunggal ika tan Hana Dharma Mangrwa)

Keren kan?? Salut saya pada Mpu Tantular. Sakti nan mujarab ia. Mandragunanya pada bait-bait kuno itu abadi hingga detik ini.

Dan hari ini selesailah saya membaca kakawin itu. Walaupun saya tidak terlalu tertarik untuk menjadi ahli filologi, tetapi ada rasa penasaran dalam diri saya untuk membaca buku-buku semacam ini. Sungguh menyenangkan. Patut dicoba. :)