inilah perlombaan pertama yang ada di Jakarta, atau lebih tepatnya di Indonesia.
Apa itu "Jakarta Hitching Race"?
Suatu permainan balapan dengan 3/2 orang peserta dalam satu tim. Setiap tim harus berhasil mencapai ke beberapa perhentian. Uniknya terletak pada cara untuk mencapai ke perhentian itu, setiap tim diwajibkan menumpang kendaraan pribadi (mobil). Perhentian yang dituju tersebut merupakan situs-situs unik perwakilan dari komunitas-komunitas di Indonesia, perusahaan dan tempat-tempat menarik atau bersejarah.
Mau tahu peraturannya lebih lanjut? Mari klik di sini. Acara ini merupakan rangkaian acara dari CouchSurfing Indonesia Festive, dalam rangka memperingati ulang tahun yang keenam.
Dalam tulisan ini, saya ingin berbagi pengalaman unik dan mengesankan selama mengikuti "Jakarta Hitching Race" ini.
Saya sudah mendengar gaung acara ini jauh-jauh hari sebelum acara ini dilaksanakan. Walaupun saya juga tertarik untuk ikut, namun ada beberapa hal yang membuat saya ragu untuk bergabung dengan acara ini, seperti malas, tidak ada waktu, ada acara lain, dll. Kemudian, ada satu teman Prancis saya, namanya Alice, dia sangat antusias ingin ikut berpartisipasi dalam acara ini. Saya memang sibuk akhir-akhir ini, mulai dari rapat dan acara-acara lain, sehingga akhirnya saya memutuskan di H-1 untuk bergabung dan mendaftarkan diri. voila! Saya menjadi bagian tim Kawah Putih, bersama dua peserta lain yang dipilih random.
Starting Point
Starting point merupakan titik permulaan lomba. Titik ini tersebar dalam empat bagian sesuai lokasi regional Jakarta, yaitu Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Jakarta Selatan. Pembagian titik ini ditentukan berdasarkan lokasi peserta. Saya berangkat pukul 8.10 menuju Museum Fatahillah, karena di sana adalah starting point untuk regu Jakarta Barat. Sesampainya di sana, saya kira sudah banyak orang yang berkumpul, ternyata zooooonkkkkka.k.a nggak ada siapa-siapa.
Setelah agak celingak-celinguk, akhirnya satu per satu peserta lomba mulai berdatangan. Mood langsung kembali naik :) Saya dapat kenalan baru, haha-hihi. Tidak berapa lama, teman sekelompok saya datang. Kelompok kami terdiri dari dua perempuan, satu laki-laki. Kami belum pernah bertemu sebelumnya, namun dalam sekejap kami langsung akrab, itulah hebatnya anak-anak CS, begitu bertemu langsung bisa akrab.
Acara ini agak sedikit ngaret, harusnya dimulai pukul 09.00, namun pelaksanaannya dimulai pukul 10.00. Di depan Museum Fatahilah ini, ada komunitas Historia Indonesia yang membagikan sejarah singkat mengenai sejarah Museum Fatahilah. Banyak fakta-fakta sejarah menarik yang tidak saya dapatkan di buku pelajaran SMA. Saya menjadi semakin bangga dengan sejarah masa lampau. Mendengarkan penjelasan dari Komunitas Historia Indonesia membuat saya menyadari sebenarnya saya ini termasuk dari sejumlah orang yang belum banyak mengenal budaya dan sejarahnya sendiri. Saya sering mengajak bule-bule ke Museum Fatahillah, namun saya hanya menjelaskan sangat ringkas, bahwa museum ini dulunya sebagai kantor pemerintahan. Hanya itu! astaga! betapa saya berhutang cerita pada teman-teman bule yang pernah saya ajak ke museum ini. Saya harus bercerita lebih banyak mengenai museum ini ketika saya mengajak turis-turis lain. Jadi, PR tambahan buat saya: Harus membaca banyak buku-buku sejarah.
Sebelum kami menuju perhentian kedua, kami dibekali passport hitching, gunanya sebagai
barang bukti bahwa kelompok kita telah melalui perhentian-perhentian yang ditentukan. Dipassport hitching race ada kolom visa, yang harus diisi dengan biodata supir yang memberikan kita tumpangan. Kami juga dibekali peta Jakarta yang tulisannya alamaaaaakkk bikin mata jereng. Selain peta, kami diberi souvenir dari sponsor lomba, seperti voucher, kalender, handuk, pin, dll. Lihat deh sponsornya, banyak banget kan? sumpah ini hebat banget. Kalau nggak ada sponsor, nggak mungkin deh peserta dan drivernya dapet banyak merchandise
Perhentian Kedua: Jl. Pangeran Jayakarta, Makam Souw Beng Kong, Kapitan Tionghoa VOC
Dari Kota Tua kami lari menuju Jl. Pinangsia, mencari tumpangan. Tumpangan pertama kami cegat di
depan Plaza Pinangsia, sebuah mobil pick-up yang akan menuju Lintedeves. Kami turun di Lintedeves. Eh... ternyata kami salah strategi! kami pikir Hotel Jayakarta berada di Jl. Pangeran Jayakarta, ternyata kami salah :( ah.. jadi kami harus berjalan panjang menyisiri jalan apalah itu namanya, hingga kami bertemu mobil pick-up lainnya yang mau menampung kami. Tunggu. tunggu, apa? sepertinya saya menjelaskannya dengan mudah. Enak saja, untuk mendapatkan mobil pick-up saja kami sudah menempuh jalan kaki di siang terik yang cukup panas dan jalanan berdebu, belum lagi tatapan sinis pengendara mobil-mobil ber-AC yang tidak menganggap niat baik kami.
Tumpangan kedua kami menurunkan kami di sebuah persimpangan jalan, karena berbeda arah, Untuk menuju Jl. Jayakarta Gang Taruna kami harus berjalan kaki mencari gang yang hanya dapat dilalui motor. Tidak semudah itu mencari gang Taruna, karena kecilnya gang tersebut kami sempat kelewatan beberapa meter. Dan, sampailah kami di perhentian kedua. Makam Souw Beng Kong, mantan Kapitan Tionghoa VOC. Di perhentian ini kami hanya cukup memotret ikan mati yang ada di depan makam.
Setelah passport ditandatangani oleh Aki si penjaga perhentian kedua, kami langsung membaca amplop yang disodorkan. Yah, the next destination is Jl. Jelambar, Kavling Polri Blok C, Komunitas Tembang Pribumi.