Tuesday, August 17, 2010

Ganjen, ganjen, ganjen.

ganjen, ganjen, ganjen.
Ya, aku rasa kata itu tepat untuk melukiskan kondisiku saat ini.
Tidak, tidak. Aku tidak sedang dalam fase mempersolek diri dengan gincu atau pupur yang serba tebal. bukan itu.
aku juga tidak menggoda lelaki wanita manapun. tenang saja. (tapi aku juga ragu kalau ternyata aku memang melakukannya. :P)

Dalam kasus ini, aku tidak berada di dalam posisi sedang merayu lawan jenis atau sesama jenis yang menggugah gairah. Bukan mengenai itu.
Mungkin beberapa di antara kalian pernah mengetahui aku memiliki perasaan terhadap seorang pria asing, yah orang itu.
Kini hubungan kami sudah sedatar jalanan tol. Tidak ada yang menarik untuk digali lebih lanjut.
Setelah aku mencoba untuk melupakan orang itu, di saat yang bersamaan datanglah seorang nyamuk, eh maksudku seorang pria asing lagi,
lebih matang dan dewasa kali ini.
Awalnya kami hanya berteman, karena aku tahu ke depannya kami akan terus saling berhubungan dalam jangka waktu yang agak panjang.


Tiba-tiba, beberapa hari lalu, ada sebuah luapan perasaan yang membahagiakan.
Pria asing baru itu datang menghampiriku, dan menceritakan hal-hal konyol yang membuatku tertawa terpingkal-pingkal, dan muncul panas dingin yang menggelikan di sekujur tubuhku,
Bahasa bukan menjadi suatu hambatan bagiku untuk memandang pipi merahnya.
"Matahari", begitu katanya memberi penjelasan. Rambut dan poninya yang acak-acakan membuatku susah berkonsentrasi pada apa yang dia katakan. Haduh, tanganku ingin merapikan rambut yang warnanya tidak dimiliki oleh sebagian besar pria dari bangsaku. Aku ganjen.
Tidakkah ini sebuah sifat yang sangat ganjen? aku baru saja melupakan orang asing yang sekarang sedang menikmati indahnya negeri Indonesia di pulau Dewata
Kini, aku harus menghadapi sebuah kenyataan, yang herannya tidak dapat aku tolak--atau mungkin tidak mau aku tolak--bahwa lagi-lagi aku jatuh pada godaan yang ditawarkan pria asing.
Aku tahu ini menyalahi aturan. Ribuan kilometer seorang wanita manis dari bangsanya harus menahan rindu untuk tidak bertemu dengan sang kekasih pujaan selama setahun.
Tidak, aku tidak boleh menjadi orang yang jahat. Aku harus mempertahankan pertemananku dengan pria ini. Pertemanan jauh lebih aman dari pada hubungan yang melampauinya. Aku sudah cukup belajar dari pengalaman beberapa bulan lalu.
Aku harus mengendalikan perasaanku.
Aku harus mempertahankan hubungan pertemanan yang baik dan benar ini, agar aku dapat selalu melihat pipinya yang selalu bersemu merah.
Hanya dengan cara itu aku memperoleh kebahagianku, tidak ada cara lain. Cukup berteman, dan menikmati pipi merahnya diam-diam.
Kelak, ketika ia menemukan tulisan ini, semoga ia tidak menganggapku perempuan ganjen--yang pada kenyataannya adalah iya--dan pipinya akan merona merah. ahh, aku bahagia melihat merahnya pipimu.

2 comments:

Antania said...

auwwwwwwwwwwww >.<

natureahead said...

kenapa kau tan? hehehe *garuk-garuk kepala*