Harusnya, saya pergi bersama Haqi, di detik-detik terakhir, si kunyuk itu lebih memilih mengerjakan tugas UAS-nya daripada bersenang-senang seperti saya. Payah.
Karena tiket Haqi ini ngaggur, saya tawarkan teman saya yang lain. Namanya Dita. Karena dia suka musik klasik, walaupun sudah sampai Bekasi, dia bela-belain pergi ke daerah Menteng begitu saya kabari soal tiket konser ini.
Walaupun Haqi tidak ikut, saya tidak sendirian. Terima kasih untuk CouchSurfing.org, saya menemukan teman baru yang sealiran. Namanya Tarra. kami bertemu di Stasiun Gondangdia.
Sesampainya di Goethe Institut, orang-orang sudah ramai, parkiran penuh. Yang menyenangkan adalah, di sana disajikan cemilan-cemilan yang bisa lumayan mengganjal perut. Maklum, saya dari kampus belum makan berat hari itu.
Mbak Dita ternyata nyasar, dia nggak tau cara ke Goethe Institute. Akhirnya, saya dan Tarra terpaksa masuk ke auditorium terlebih dahulu. Sempat ada perasaan bersalah ketika Mbak Dita sudah sampai di lobby, tapi tidak boleh masuk karena konser sudah dimulai. Untungnya, saat istirahat Mbak Dita dapat masuk dan duduk di samping kami.
Saya memang jarang menonton orkestra. Saya bukan ahli musik. Saya buta tangga nada.
Tapi satu yang pasti, saya sungguh terpukau menyaksikan penampilan Notos Quartett. Berikut adalah tanggapan amatir saya atas penampilan mereka.
Mereka terdiri atas:
1. Sindri Lederer (violin), menurut saya Sindri itu yang paling ganteng, bulu matanya lentik banget. Terlepas dari itu gesekan violinnya benar-benar berkarakter, ada berbagai emosi dalam alunannya. Ada kesenduan yang menyayat-nyayat, kadang ada juga keceriaan yang ditampilkan.
2. Lisa Randalu (biola), saya tidak terlalu terfokus pada permainan Lisa. Tapi saya melihat ekspresi yang sangat serius, dahinya sering berkerut saat membaca partitur. Saya perhatikan lengan kanannya berotot. Di tengah pertunjukkan, senar gesekannya putus, namun hal itu tidak membuatknya panik. sungguh pemain profesional.
3. Florian Streich (selo), dibanding ke empat temannya, Florian sangat ekspresif. Ia senang memainkan mimiknya mengikuti alunan musik yang mereka bawakan. Yang menarik adalah jambulnya. Lucu :)
4. Antonia Koster (piano), kalau jari-jarinya sudah menekan tuts-tuts piano.. jangan tanyakan apa yang terjadi. Suara piano Antonia mampu menyihir penonton, dan terpukau dengan aksinya yang tidak kalah ekspresif. keren sekali. Tangan-tangan yang menari-nari di atas tuts, seperti memberikan nyawa pada instrumen-instrumen yang dibawakan.
Mereka memainkan:
Wolfgang Amadeus Mozart – Kuartet piano g-minor KV 478
JoacquĆn Turina – Kuartet piano a-minor op. 67
Johannes Brahms – Kuartet piano g-minor op. 25
Kemudian, mereka memberi satu penampilan lagi, membawakan Schumann Piano Quartet in E flat major Op. 47.
Ditengah-tengah menikmati musik klasik, memandangi pertunjukkan yang menakjubkan, pada saat yang bersamaan, pikiran saya pun melalang buana.
saya memikirkan tugas-tugas kuliah yang menumpuk. sebisa mungkin saya mengenyahkan pikiran sialan itu. Saya ingin melarikan diri dari tugas-tugas kuliah sejenak. Dan terima kasih Notos Quartett, kalian mampu membawa saya terlena sejenak.
Pikiran saya juga mulai menghayalkan hal-hal yang lain, seperti masa depan.
saya juga tetiba memikirkan pernikahan adat jawa yang dikombinasikan dengan orkes ala Eropa. Keren kali ya?
Menikmati permainan mereka, membawa saya melakukan instropeksi diri atas hal-hal yang sudah, sedang, dan akan saya lakukan.
Sungguh saya tidak menyesal meluangkan waktu saya untuk menonton konser ini. Sungguh pengalaman yang langka bagi saya. Benar, musik-musik klasik mampu menyihir otak saya untuk mengacuhkan tugas-tugas kuliah sejenak.
No comments:
Post a Comment