Kamis lalu, saya pergi menonton film Soegija di 21 Sunter Mall. Saya sudah cari di mana-mana, kursi yang masih ada banyak hanya di SM.
Belom pernah sih nonton di SM, kata salah seorang teman, bioskopnya rada alay.
Wah terbukti saja, sewaktu saya menonton, suasananya kurang mendukung, berisik, apresiasi penontonnya kurang kena. Entah penontonnya nggak nangkep filmnya atau gimana. :((
Walaupun kondisinya nggak terlalu bagus untuk membangun suasana, tapi kok entah kenapa, saya berhasil menitikkan air mata.
yah... saya ini memang gampang menitikkan air mata kalau menonton film, wajar saja sih. Saya tidak sulit berkonsentrasi masuk ke cerita di film, walaupun di sebelah saya ada yang berisik bukan main.
Bagaimana filmnya?
well, kepiawaian seorang Garin Nugroho nggak perlu disangsikan. Lihat saja film-film terdahulunya. Saya memang bukan pengamat film, namun saya menikmati bagaimana film ini dikemas. Garin memerhatikan hal-hal kecil, seperti buah srikaya. Mungkin bagi penonton biasa saja, tapi menurut saya, penyorotan buah srikaya ini mengandung multinterpetasi. Coba saja perhatikan, bagaimana srikaya itu dikirim, dari rumah Ling-ling ke uskupan melalui tangan Mariyem. Keren deh kalau dimaknai.
Oke, terlepas dari film ini cerita tentang seorang Uskup. Saya tidak terlalu ambil pusing. Saya ini kan tipe penonton yang sangat subjektif, kebetulan banget film ini sedikit menggambarkan kehidupan saya.
Di saat penonton lain duduk tenang, eh ... saya malah nangis gara-gara melihat hubungan Hendrik (fotografer Belanda) dengan Mariyem (perempuan Indonesia). Terutama pada bagian si Hendrik dan Mariyem pergi bersama naik motor. aduh maaak... nyess ngilu banget perasaannya.
Kalian yang mengenal saya mungkin tahu lah kenapa saya agak tersentuh pada bagian itu.
Mungkin film ini ada juga kekurangannya, mungkin banyak, tapi toh saya nggak ambil pusing, ngapain sibuk-sibuk nyari cacatnya pekerjaan orang? lebih baik kan kita bicarakan yang bagus-bagusnya aja. Iya nggak?
saya sih agak terhibur dengan cowok-cowok Belanda yang ditampilkan, ganteng-ganteng :)) tapi... cowok-cewek Belanda yang dipilih Garin, kok kayaknya terlalu cakep, terlalu memenuhi harapan orang, setahu saya, kalau lihat di foto-foto zaman dulu, nggak ada tuh orang Belanda se ganteng dan secantik yang ada di film ini... yang ada zaman dulu, kebanyakan cowok dan ceweknya gembrot-gembrot. Tapi nggak apa-apalah, namanya juga film, kalo cowok dan ceweknya gembrot-gembrot mungkin film ini nggak laku ya?
No comments:
Post a Comment