nasi megono + tempe kemul |
saat membuka mata, sudah
tersedia sego megono dan tempe kemul, sarapan saya ini semacam nasi yang dicampur
dengan urapan dan sayuran. Puji syukur sekali kami mendapatkan host yang sangat baik, sehingga kami tidak perlu repot-repot mencari
sarapan.
Urusan Mandi di
Wonosobo
Kata orang-orang, air di
Wonosobo itu dingin banget. Kemarin sore saya mandi memang dingin sih airnya.
Awalnya sih seperti mau bunuh diri, tapi setelah gayung ketiga dan keempat,
airnya sudah mulai bersahabat.
Katanya lagi, kalau
mandi pagi-pagi airnya jauh lebih dingin daripada sore hari. Benarkah? setelah
saya coba, memang benar. Tubuh saya lebih menggigil. Brrrr!! Saya kira saya
hanya butuh 6 gayung, 2 gayung perkenalan, setelah itu sabunan, 2 gayung untuk
membasuh busa sabun, dan 2 gayung untuk cuci muka. Selama di Wonosobo, nggak
perlu waktu 10 menit untuk bertahan di kamar mandi. Yang pentingkan kena air
dan sabun :).
Kembali Lagi ke
Pegunungan Dieng
Supir angkot kami masih
sama dengan yang kemarin. Ia datang setengah jam lebih awal. Berhubung ada
beberapa anggota trip yang baru bangun, alhasil kami berangkat telat beberapa
menit.
Di tengah perjalanan
kami berhenti untuk melihat panorama desa Tieng. Desa sebelum Dieng. Dari gardu
ini kita bisa sejenak menghirup udara pegunungan yang masih asri. Pemandangan
di area ini melulu berwarna hijau. Sangat refreshing!
Prosesi Upacara
Pemotongan Rambut Gimbal
Kami tiba di kompleks
candi Arjuna sekitar jam 10 pagi. Di sepanjang jalan menuju tempat prosesi,
orang-orang sudah ramai menunggu arak-arakan yang akan lewat. Kami jadi
ikut-ikutan orang-orang itu menunggu datangnya rombongan anak-anak gimbal itu.
Rasa penasaran membuat saya betah lama-lama berdiri menantang matahari Dieng
yang terik dan kering itu. Hawanya dingin, tapi mataharinya bikin kulit wajah
ngelotok.
Kami menunggu tak berapa
lama, kemudian dari kejauhan kami mendengar alunan musik tradisional. Tanda
kalau bocah-bocah itu sudah mendekat. Benar saja, barisan tetua adat lengkap
dengan kostum dan aksesoris tradisionalnya memimpin arak-arakan ini. Tidak lama
berselang, bocah-bocah cilik itu nampak di dalam
delman istimewa. Mereka duduk didampingi ibu-ibu mereka, yang duduk di samping
pak kusir yang sedang bekerja. halah.. haha
Jadi menurut kepercayaan suku Dieng, anak-anak yang berambut gimbal itu harus dipotong rambutnya melalui prosesi adat, semacam penolak bala gitu, untuk menghilangkan kesialan. Acara ini rutin diadakan setahun sekali.
Total ada 8 anak
perempuan berambut gimbal, dengan kepala diberi ikatan kain putih, dan baju
mereka juga warna putih. Di belakang 2 delman istimewa itu, ada delapan orang
yang membawa dua gunungan ketupat dan buah-buahan. Setelah prosesi selesai,
gunungan ini akan dibagikan secara massal. satu gerobak yang khusus membawa
permintaan para bocah istimewa itu. Ada yang minta lembu, sepeda, giwang emas,
dll. Masih di deretan belakang, kemudian munculah segerombolan orang berkostum merah
seperti rombongan marching band menampilkan display dengan membawa alat-alat
musik tradisional. Saya nggak tau nama alat musiknya, tapi kira-kira mirip
angklung.
Setelah rombongan berbaju merah itu
lewat, ada lagi suara berisik yang mengingatkan kita pada kesenian tari
barongsai. Benarlah! ada beberapa naga yang meliuk-liuk menyusul
rombongan berbaju merah itu. Rombongan barongsai itu sebagi buntut dari
arak-arakan bocah-bocah gimbal tadi.
Setelah barongsai pergi menyusul
bocah-bocah gimbal tadi, saya dan kawan-kawan segera menyusul mereka memasuki
pelataran candi Arjuna. Saat itu kami yang semula berdelapan sudah
terpecah-pecah tak tau di mana rimbanya. Saya bersama Bela dan Ifa berlari
untuk melihat proses pencucian rambut gimbal itu di pendopo. Sayangnya, waktu
kami ke sana acaranya sudah selesai. Mobilisasinya sangat payah, karena banyak
sekali orang yang datang, susah untuk jalan, berasa sedang nonton konser saja
:)
Kemudian, setelah acara keramas,
bocah-bocah gimbal itu digiring ke depan candi Arjuna. Dan prosesi dimulai.
Karena terlalu banyaknya orang. sebagai orang pendek, saya sampai jinjit-jinjit
untuk melihat prosesi itu dari kejauhan. Di tengah kerumunan itu, akhirnya 8
orang yang tadinya terpisah terkumpul kembali. Jodoh ya? Dan saya mendapat
beberapa kenalan baru, bagi saya ini semua serba kebetulan. Selama datang di
Dieng ini, saya merasakan berbagai kebetulan yang saya alami. Aneh, tapi
menyenangkan :)
Saya beruntung sekali
bisa ke Dieng untuk menghadiri tradisi yang hanya dilakukan satu tahun sekali
ini. Terlepas dari pihak penyelenggara festival ini yang kurang professional
bagi saya, saya cukup kagum dengan semangat orang-orang yang berbondong-bondong
datang untuk melihat tradisi pemotongan rambut gimbal ini. Salut saja
saya.
Matahari semakin terik,
sekitar jam 12-an, setelah sesi foto-foto kami segera meninggalkan pelataran
candi Arjuna dan segera menuju situs Telaga Warna.
Ada apa sih di sana?
Pendakian Telaga Warna
Mendengar namanya, saya
sudah membayangkan dalamnya seperti telaga Kalimutu. Memasuki situs
ini, walaupun jaraknya sangat dekat dengan candi Arjuna, saya segera merasakan
perbedaan suhu udara. Yang tadi panas, sekarang tiba-tiba sangat sejuk.
Lagi-lagi, 8 orang ini terpencar. Kali ini saya bersama Wili, Max, dan Yuvi.
Kami berempat awalnya hanya berjalan mengikuti jalan setapak yang ada. Ternyata
jalan setapak itu membawa kami untuk melakukan pendakian. Kami mendaki dan
terus mendaki karena kami penasaran di manakah puncaknya? Ternyata setelah
hampir mendekati puncak, kami baru sadar, area ini adalah area pertanian. Para
petaninya menanam kentang, kacang dieng, dll. Dari atas puncak itu, telaga
warna jauh lebih cantik daripada kita melihatnya dari bawah.
Telaga Warna view from the top |
Seusai sesi foto-foto
dan menikmati keindahan alam itu, kami segera turun dan menyusul teman-teman
kami yang sudah menunggu kami untuk pulang.
Akhir dari Trip yang
singkat ini...
di dalam perjalanan
pulang ke Wonosobo, sebagian besar di antara kami tertidur pulas, termasuk saya. Wajah-wajah kami mengisyaratkan
kepuasan, karena selama dua hari ini kami puas melihat, menonton, dan merasakan
apa yang kami cari. Pengalaman, tempat baru, makanan lokal, dan teman baru.
Kami senang sekali :)
Saya merasakan
"Jangan berakhir segala kesenangan ini!" aah saya belum rela untuk
berpisah dengan mereka. Dan saya juga belum cukup puas untuk menjelajah
Wonosobo. Tapi kata terlanjur terucap, kami harus pamit.
Sebelum kami pulang,
lagi-lagi, keluarga Pak Harry menyediakan lauk pauk untuk santapan siang kami.
Begitu menyenangkan akan segala keramahan keluarga Pak Harry. Kami diperlakukan
seperti layaknya saudara. Pada dasarnya kita ini semua bersaudara kan?
With our kindly host :) Harry and wife |
Max adalah orang yang
paling pulang duluan, karena dia harus segera ke Yogyakarta dengan motor
pinjamannya itu. Saya, Bela, Wili, Yuvi, dan Ifa menyusul untuk pamit dari
rumah Pak Harry, karena arah kami sama. Tika dan Sovi masih bertahan di rumah
Pak Harry karena mereka menunggu rombongan dari Semarang yang akan pulang juga
hari itu.
Berikut ini saya
lampirkan pengeluaran saya selama Dieng Trip:
Transportasi Rp87.000
Naik Colt Temanggung
Wonosobo Rp10.000/orang
Naik angkot/mikrolet
dari terminal Wonosobo ke alun-alun Rp2.000/orang
Naik angkot/mikrolet
dari alun-alun ke desa kalianget Rp2.000/orang
Sewa angkot hari I
(allday) : Rp350.000/8 orang = @Rp44.000/orang
Angkot hari II Rp150.000/8 orang
(@Rp18.000/orang) Dari 8am-2pm.
Angkot dari Kalianget ke Varia
Rp2.000
Bus dari Wonosobo ke
Temanggung Rp9.000
Biaya Masuk ini-itu
Rp32.000
Masuk kawasan wisata
Dieng harusnya Rp10.000/orang, setelah dimerayu penjaganya kami berhasil
mendapatkan Rp50.000/8 orang.
Biaya retribusi Gunung
Sikunir Rp3.000/orang
Biaya retribusi Kawah
Sileri Rp15.000/8orang (harga setelah
dinego)
Biaya retribusi Telaga
Merdada Rp15.000/8orang (harga setelah dinego)
Toilet di danau Cobong
Rp1.000
Tiket masuk Permandian
Kalianget Rp2.000
Tiket masuk Telaga Warna
Rp6.000
Konsumsi selama 3 hari
Rp26.000
Makan
malam, nasi goreng, Rp7.000
Jajan Sagon di Gunung
Sikunir Rp5.000
Jajan jagung bakar di
candi Arjuna Rp3.000
Mie Ongklok di depan
telaga warna Rp5.000
Gandos Rp6.000
Oleh-oleh
Carica 3 botol kaca
(Rp30.000), 4 botol plastik (Rp20.000), satu dus teh tambi Rp6.000 : Rp56.000
Total Pengeluaran Bersih dan sudah termasuk oleh-oleh Rp201.000
untuk melihat album foto selama trip ini bisa mampir ke sini.
Kalau tertarik mau jalan-jalan ke Dieng dan Wonosobo dengan angkot, saya masih menyimpan kontak supirnya, bisa hubungi saya kalau mau.
Kalau tertarik mau jalan-jalan ke Dieng dan Wonosobo dengan angkot, saya masih menyimpan kontak supirnya, bisa hubungi saya kalau mau.
No comments:
Post a Comment