aku ini bukan perempuan setia, anggap saja seperti itu. Sudah, ini bukan rahasia lagi.
Jumat, 19.00 WIB.
Malam itu kami janjian di sebuah kedai makan waralaba di daerah Kuningan. Dimulai dengan es krim sebagai pembuka, kemudian berlanjut membicarakan banyak hal. Bahasa, budaya, politik, ekonomi, kehidupan, dan... hingga colokan listrik yang ada di 7/11.
"Ayo bangun, aku mau tunjukkan kamu sesuatu." Aku digiringnya ke 7/11.
"Jadi di sini nih letak colokannya, lain kali kalau mau internetan bisa di sini aja."
Pembicaraan terus mengalir, panjang, penuh perdebatan, canda, serius, santai, hingga pada suatu titik kami berhenti pada sebuah pintu.
"Ayo, sekarang ajari aku bahasa."
Bahasa itu cair. Pengajaran bahasa pun demikian. Dimulai dengan menonton film, membuat catatan, hingga berakhir dengan ciuman dan sebagainya.
Malam itu aku bisa merasakan wangi rambutnya yang lembut, bisa menatap matanya yang biru-keabu-abuan, bisa menembus batas-batas kekakuan yang selama ini masih dijaga masing-masing kubu. Semuanya telah mencair. Seperti bahasa.
Sejak malam itu, semuanya terasa berbeda. Menjadi lebih manis, dan getir. Pengalaman-pengalaman penuh rahasia yang manis ini tidak akan kulupakan.
Kemudian, pembicaraan dan pengajaran bahasa berakhir pada pukul 21.30.
Satu hal yang kupelajari malam itu, es krim dan bahasa, keduanya bisa mencair.
Hai kamu yang sedang baca tulisan ini, terima kasih atas malam itu.
No comments:
Post a Comment